Kritik Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV-2022, Indef Ingatkan Dampaknya di Awal 2023

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi/Realisasi Investasi.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Bisnis – Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2022 yang secara akumulatif mencapai sebesar 5,31 persen,. Itu tercatat mengalami perbaikan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 yang hanya sebesar 3,69 persen.

Imbas Konflik Israel-Iran, Emas Sumbang 0,08 Persen ke Inflasi RI April 2024 

"Tapi yang perlu kita ingat adalah bahwa di kuartal IV-2022 terjadi penurunan yang sangat luar biasa, di mana pertumbuhan ekonomi nasional hanya 5,01 persen," kata Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, dalam telekonfrensi, Selasa, 7 Februari 2023.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
BPS: Inflasi April 2024 Paling Rendah Dibanding Tiga Lebaran Tahun Sebelumnya

Ia melanjutkan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,45 persen secara year-on-year (yoy) pada kuartal II-2022, dan tumbuh 5,72 persen (yoy) pada kuartal III-2022. Sehingga, dengan pertumbuhan yang cuma 5,01 persen di kuartal IV-2022, Ahmad menilai bahwa hal itu akan memberikan dampak yang lebih besar terutama di kuartal I-2023.

"Di mana beberapa hal menjadi catatan penting, yang saya kira telah terjadi dan masih akan berlanjut," ujarnya.

BPS Catat Inflasi April 2024 0,25 Persen, Transportasi Jadi Pendorong Utama

Dampak pertama yakni berkaitan dengan inflasi di bulan Januari 2023 yang masih tinggi, yakni di atas 5 persen. Kemudian juga pada konsumsi masyarakat yang masih sangat berdampak, karena di kuartal IV-2022 hanya tumbuh sekitar 4,9 persen.

"Dan juga beberapa efek kenaikan harga BBM yang masih terasa sampai saat ini," kata Ahmad.

Karenanya, Dia menilai bahwa situasi tersebut menunjukkan soal masih adanya beragam dimensi dalam pertumbuhan ekonomi nasional, yang masih sangat perlu dikritisi. Pertama yakni soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.

Kedua, yakni soal fenomena tekanan daya beli yang meningkat, yang disebabkan oleh inflasi maupun kenaikan harga BBM. Kemudian, adanya pertumbuhan yang anjlok pada sektor transportasi, komunikasi, kemudian restoran dan hotel, yang menurut Ahmad juga tetap harus dikritisi oleh masyarakat. 

Sebab, hampir di beberapa sektor yang menguat dari sektor pengeluaran itu, nyatanya memberikan sinyalemen bahwa efek kenaikan harga BBM sudah mulai menyebar.

"Hal itu di samping asumsi pemerintah yang ternyata kurang berhasil atau dapat dikatakan gagal lagi, dalam mengangkat perbaikan ekonomi nasional. Karena di kuartal IV-2022, konsumsi pemerintah jauh lebih buruk yakni hanya sebesar -4,47 persen dibandingkan kuartal III-2022 yang sebesar -2,55 persen," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya