Peter Singer

Kontroversi Jual-Beli Ginjal

VIVAnews - Beberapa waktu lalu polisi di New York, Amerika Serikat (AS), menangkap Levy-Izhak Rosenbaum, seorang pengusaha yang dicurigai jadi makelar jual-beli ginjal seharga US$160.000 (sekitar Rp 1,6 miliar). Penangkapan itu bersamaan dengan disahkannya undang-undang di Singapura, yang bakal membuka jalan bagi perdagangan organ tubuh manusia secara sah di negeri itu.

Tahun lalu, konglomerat usaha ritel di Singapura, Tang Wee Sung, hanya divonis penjara selama satu hari karena setuju untuk membeli ginjal secara ilegal. Dia lalu menerima sebuah ginjal milik seorang pembunuh yang baru dieksekusi mati. Walaupun dianggap legal, praktik itu secara etis lebih memprihatinkan ketimbang membeli ginjal karena menciptakan kesan adanya insentif untuk memvonis dan mengeksekusi mereka yang dituduh melakukan kejahatan berat.

Kini, Singapura telah melegalkan pembayaran bagi para donatur organ tubuh. Resminya, pembayaran ini hanya berupa ongkos pengganti, sedangkan pembayaran untuk "bujukan yang tak pantas" masih dilarang. Namun aturan itu akhirnya bersifat samar-samar.

Situasi di atas menimbulkan pertanyaan, apakah menjual organ tubuh harus dikatagorikan perbuatan kriminal? Di AS saja, setiap tahun sebanyak 100.000 orang mengajukan permohonan cangkok organ tubuh, namun hanya 23.000 pemohon yang berhasil. Sebanyak 6.000 orang setiap tahun mati sebelum menerima organ tubuh baru.

Di New York, para pasien rata-rata harus menunggu sembilan tahun untuk menerima ginjal baru. Di saat yang sama, banyak orang miskin bersedia menjual ginjal mereka untuk menerima bayaran kurang dari US$160.000. Meski jual-beli masih dinyatakan ilegal di banyak tempat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 10 persen dari jumlah ginjal yang dicangkokkan ke penerima di manca negara ternyata dijual di pasar gelap.

Keberatan utama dari perdagangan ginjal adalah karena praktik ini mengeksploitasi orang miskin. Pandangan itu diperkuat oleh suatu studi tahun 2002 yang melibatkan 350 orang di India yang menjual ginjal mereka secara tidak sah. Kebanyakan dari mereka mengaku terpaksa menjual organ tubuh sendiri demi membayar utang. Namun, enam bulan kemudian, tiga perempat dari mereka masih terjerat utang dan menyesal telah menjual ginjal mereka.

Para pihak pro pasar bebas menolak pandangan bahwa pemerintah harus memutuskan bagian-bagian tubuh apa saja yang bisa dijual. Di AS, misalnya, sperma dan sel telur bisa dijual. Rambut pun bisa diperdagangkan.

Suatu program televisi bernama Taboo (tabu) pernah menayangkan liputan berita penjualan organ tubuh di seorang warga pemukiman kumuh di Manila, Filipina. Dia menjual ginjalnya supaya bisa membeli helicak untuk dijadikan sumber penghidupan bagi dia dan keluarga. Setelah menjalani operasi, donatur itu tampak pesiar keliling kota bersama dengan helicak yang baru dia beli. Dia tersenyum gembira.

Haruskah dia dicegah untuk membuat keputusan itu? Program televisi itu juga menunjukkan kesedihan para penjual organ, namun ada juga yang gembira.

Nancy Scheper-Hughes, pendiri Organ Watch, suatu lembaga swadaya masyarakat yang mengkritisi jual-beli organ tubuh, merasa prihatin atas legalisasi praktik demikian. "Mungkin kita harus mencari cara-cara yang lebih baik lagi untuk menolong kaum papa ketimbang menjerat mereka," kata Scheper-Hughes. "Masalahnya, bantuan kita selama ini kepada kaum miskin masih sangat kurang memadai. Lebih dari satu miliar orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem," lanjut Scheper-Hughes.
 
Dalam dunia yang ideal, tidak akan ada kaum melarat dan akan ada cukup banyak donatur, yang tanpa pamrih menyumbang organ tubuh mereka kepada yang memerlukan sehingga tidak akan ada yang mati menunggu ginjal yang masih sehat.

Zell Kravinsky - seorang warga Amerika yang sukarela memberi salah satu ginjalnya kepada orang asing - menilai bahwa perbuatan tanpa pamrih itu bisa mengurangi risiko kematian bagi pihak yang membutuhkan dalam skala rasio 1 banding 4.000. Bila tidak menyumbangkan ginjal, menurut Kravinsky, sama saja menghargai nyawa sendiri 4.000 kali lebih besar dari nyawa orang asing.

Kravinsky menyebut rasio itu "tak bermoral." Sebagian besar dari kita masih memiliki dua ginjal, namun masih banyak yang memerlukan ginjal, sama banyaknya dengan kaum miskin belum mendapat bantuan.        
     
Kita harus membuat kebijakan bagi kondisi dunia yang sebenarnya, bukan dunia yang ideal. Bisakah pasar ginjal yang legal diregulasikan untuk menjamin bahwa para penjual mendapat pengetahuan yang cukup atas apa yang mereka perbuat, termasuk risiko yang dihadapi bagi kesehatan mereka? Bisakah permintaan ginjal terpenuhi? Apakah ini akan memberi penghasilan yang cukup bagi penjual?

Demi mencari jawabnya, kita bisa mengacu kepada suatu negara yang biasanya kita acuhkan sebagai suatu pemimpin, baik dalam deregulasi pasar atau eksperimentasi sosial. Negara yang dimaksud adalah Iran.

Sejak 1988, Iran memiliki suatu sistem yang didanai pemerintah untuk membeli ginjal. Suatu asosiasi pasien mengatur transaksi, termasuk dalam menentukan harga. Kecual penjual, tak ada pihak yang menangguk untung dari jual-beli ginjal itu.

Menurut suatu studi yang dipublikasikan oleh para dokter spesialis ginjal di Iran pada 2006, skema dari pemerintah itu tak perlu lagi membuat daftar tunggu bagi para penerima ginjal di negara itu. Sistem ala Iran juga tidak menimbulkan masalah etis.

Pada 2006, suatu program stasiun televisi BBC menunjukkan banyak calon donatur yang ditolak di Iran karena tidak memenuhi kriteria, baik dari segi usia dan faktor-faktor lain. Calon donatur juga wajib menjalani konsultasi dengan psikolog. 

Sistim ala Iran ini memang harus dipelajari secara sistematis. Sementara itu, perkembangan di Singapura akan diamati secara cermat, seperti halnya dengan tuduhan atas Levy-Izhak Rosenbaum. 


Peter Singer adalah Profesor Bioetika dari Universitas Princeton dan Profesor Sastra dari Universitas Melbourne. Buku terkini yang dia tulis berjudul "The Life You Can Save: Acting Now to End World Poverty." Artikel ini merupakan kutipan dari opini Singer di laman Project Syndicate berjudul "Kydneys for Sale?" Artikel lengkap dari bahasa Inggris bisa dibuka di laman Project Syndicate, www.project-syndicate.org

Gelar Halal Bihalal, Menaker Minta Pegawai Kemnaker Meningkatkan Etos Kerja dan Pelayanan Masyarakat
Ilustrasi ban retak

Waspada, Ini Tanda-tanda Ban Mobil Mau Pecah!

Ban pecah merupakan salah satu faktor utama penyebab kecelakaan di jalan tol.

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024