Laporan HRW Soal Tahanan Politik Maluku

Tiga napi RMS merayakan Natal di Lapas Kelas II A Kediri.
Sumber :
  • M Arief Kurniawan/Surabaya Post

VIVAnews - Human Right Watch (HRW) menduga telah terjadi penyiksaan terhadap sejumlah tahanan politik di Maluku. Lembaga itu juga mendesak agar pemerintah Indonesia segera membebaskan para tahanan itu.

Berteduh Sambil Main HP, 3 Anggota TNI Tersambar Petir di Dekat Mabes Cilangkap

Dalam sebuah laporan tertanggal 10 Agustus 2010, yang dimuat di laman lembaga itu, HRW menyebutkan bahwa sejumlah orang ditahan lantaran berencana mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan ke udara dengan bantuan balon udara. Rencana pengibaran itu dilakukan tanggal 3 Agustus 2010, bertepatan dengan  kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Maluku dalam acara Sail Banda.

Sumber orang lokal, sebagaimana dituturkan dalam laman HRW itu, menyebutkan bahwa terdapat sekitar 7-15 orang yang dibekuk polisi lantaran berencana mengibarkan bendera dengan balon itu.

Depok Masuk Aglomerasi DKJ, Wakil Wali Kota: Semoga Lebih Banyak Positifnya

Dari lokasi para penangkapan itu,  polisi berhasil mengumpulkan bukti berupa 133 poster bertuliskan “Bebaskan Alifuru dan Tahanan Politik Papua,” dua salinan laporan HRW berjudul “Menahan Aspirasi Politik”, 17 buah bendera RMS, dan satu buah tabung gas berisi 5 kg untuk mengisi balon.

Penangkapan aktivis balon ini dinilai oleh HRW tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebebasan yang dianut Indonesia, termasuk diantaranya prinsip kebebasan berekspresi.

“Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa mereka menghargai kebebasan berekspresi. Mereka harus menerapkan kata-kata itu dan membebaskan para demonstran aksi damai ini secepatnya,” ujar wakil direktur HRW untuk Asia, Phil Robertson.

Dalam laman itu juga lembaga ini menyatakan keprihatian yang mendalam atas penyiksaan dan perlakukan buruk terhadap tahanan politik di Ambon beberapa tahun belakangan.  Itu sebabnya, lembaga itu mendesak Jakarta,  agar keluarga dan kuasa hukum diberi kesempatan yang luas guna bertemu para tahanan.

Mereka yang ditahan diantaranya adalah Benny Sinay, Izak Sapulete, Andy Marunaya, Edwin Marunaya, Ongen Krikof, Marven Bremer, Steven Siahaya, dan Ony Siahaya. Salah seorang tahanan, Jacob Sinay, dipecat dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil setelah kedapatan mengikuti aktivitas politik.

Drama Korea Crash Akan Tayang Perdana di Disney+ Hotstar pada 13 Mei 2024

HRW mengakui bahwa sebelumnya  mereka sudah mendiskusikan hasil temuan soal  penyiksaan terhadap sejumlah tahanan politik yang terjadi beberapa tahun belakangaan,  dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta.

Salah satu hasil temuan  yang didiskusikan itu antara lain soal adanya  penyiksaan terhadap 10 aktivis Maluku dan Papua yang  ditahan karena mengekspresikan pandangan politik mereka. Temuan ini dirangkum dalam laporan berjudul “Menahan Aspirasi Politik”.  Menurut HRW, dokumen laporan itulah yang menjadi salah satu bukti dalam menangkap para  aktivis balon itu.

“Dengan menahan para aktivis Ambon, Pemerintah Indonesia mengulang kembali kesalahan yang sama yang akan mengundang keraguan dunia internasional terhadap komitmen Indonesia dalam meningkatkan HAM,” ujar Robertson.

“Pemerintah harus membebaskan mereka secepatnya dan menghindari kecaman yang lebih jauh dari dunia internasional,” tambahnya lagi.

Sydney Morning Herald (SHM) melaporkan bahwa para tahanan "balon" itu  telah mendapat siksaan dan perlakuan buruk ketika dipenjara oleh Detasemen Khusus 88. Laporan ini didapat dari rekaman pengakuan seorang tahanan yang berhasil disusupkan keluar penjara dan wawancara langsung tahanan yang berada di rumah sakit.

Mereka mengatakan bahwa petugas memukuli, menendang, dan menginjak-injak mereka. Bahkan pelecehan juga dilakukan dengan memerintahkan para tahanan untuk bercumbu satu sama lain, jika tidak mau mereka akan dipukuli.

Salah seorang tahanan yang berhasil diwawancarai langsung oleh SMH kini sedang terbaring di rumah sakit karena menderita patah tulang pinggul. SHM melaporkan bahwa pemerintah Australia telah mengirimkan perwakilannya ke Maluku, guna melakukan cek benar tidaknya soal penyiksaan itu.

Hal ini dilakukan Australia karena Negeri Kangguru ini telah mengeluarkan jutaan dolar untuk membiayai pasukan anti teror ini setiap tahunnya. “Pemerintah Australia menyadari dan prihatin mengenai tuduhan brutal kepada para tahanan politik. Kami akan terus mengawasi dan melakukan pendampingan seperti yang diperlukan,” ujar Kementerian Luar Negeri Australia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya