Kisruh Utang Parkir Diplomat RI di AS

Kota New York
Sumber :
  • MSN Autos

VIVAnews - Seakan belum cukup utang yang harus ditanggung Indonesia, pemerintah kini harus dipusingkan dengan utang baru yang jumlahnya miliaran rupiah. Bukan utang untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat ataupun pembiayaan usaha kecil, tapi utang tilang para diplomat yang sembarangan parkir.

Tidak tanggung-tanggung, utang tilang yang harus dibayarkan pemerintah Indonesia mencapai  US$725ribu atau setara dengan Rp6,5 miliar. Jumlah utang Indonesia untuk masalah ini adalah yang terbesar ketiga setelah Mesir dengan denda sebanyak US$ 1,9 juta (Rp17 miliar) dan Nigeria sebesar US$1 juta (Rp8,9 miliar).

Laporan utang ini dikeluarkan oleh Departemen Keuangan Kota New York, seperti diberitakan kantor berita Reuters. Menurut laporan keuangan tersebut, para diplomat menyumbang utang yang tidak sedikit dari total utang denda parkir sebesar US$16,7 juta (Rp150 miliar).

Kaesang: Walaupun PSI Belum Bisa Masuk Senayan, Enggak Masalah

Bukan hanya di New York, pemerintah AS juga akan mereguk keuntungan dari denda parkir para diplomat asing di ibukota Washington DC.

Pemerintah lokal Washington juga mendata diplomat negara mana saja yang berutang terbanyak. Menurut data pemerintah Washington, dilansir dari laman ABC News, Rusia adalah negara pengutang denda parkir terbesar dengan US$27.200 (Rp244 juta) dari 892 tiket tilang. Afganistan dilaporkan berutang denda parkir sebesar US$2.835 (Rp25,5 juta) dan Irak berutang US$ 1.810 (Rp16,2 juta).

Negara yang memiliki utang terkecil dari seluruh negara pengutang denda parkir di Washington adalah Tahta Suci Vatikan dengan hanya US$25 (Rp224 ribu) untuk satu tiket tilang. Mengapa denda ini begitu besar?

Menurut laporan pemerintahan Washington, utang para diplomatik pada tahun 1970 hanyalah US$340.037. Namun, menurut peraturan setempat, setiap denda parkir yang tidak dibayarkan dalam tempo 30 hari, maka jumlahnya akan naik dua kali lipat.

Saat ini, terdapat 7.611 tiket denda parkir yang belum dibayarkan para diplomat di Washington. Kebanyakan belum dibayarkan hingga bertahun-tahun, sehingga tanpa disadari, menggunung. Bukan tidak mungkin peraturan serupa juga berlaku di New York, rumah bagi 289 diplomat asing, termasuk Indonesia.

Kementerian Luar Negeri AS pada tahun 1993 pernah mengeluarkan nota diplomatik nomor 94-333 kepada semua kedutaan besar di Washington DC. Isi suratnya, jika tidak membayar denda dalam tempo setahun, maka pemerintah AS tidak akan lagi mengeluarkan plat diplomatik bagi para diplomat negara penunggak.

Nota diplomatik semacam surat teguran. Namun, seperti angin lalu, nota ini diacuhkan. Nota diplomatik kedua dilayangkan oleh Kementrian Luar Negeri (Kemlu) AS pada 2004, kali ini untuk kedubes dan konsulat di Washington dan New York. Seperti halnya nota pertama, nota kali ini cuma selewat saja.

Tidak ada tindak lanjut dari pemerintah AS dari ancaman tersebut pun tidak menghentikan pemberian plat diplomatik bagi perwakilan asing. Kemlu AS sekali memberikan teguran, tapi kali ini begini bunyinya:

"Kantor Urusan Misi Asing di Kementerian Luar Negeri AS mengingatkan para perwakilan yang memiliki kewajiban mematuhi peraturan internasional untuk juga mematuhi peraturan lokal, termasuk membayar tilang parkir yang mereka terima," ujar Harry Edwards, juru bicara Kemlu AS, membacakan surat tersebut.

Anggota kongres AS di Washington dan New York sepertinya berang. Betapa tidak, uang yang harusnya masuk ke kantong kas negara bagian mereka tidak kunjung diterima. Mereka juga tidak bisa melakukan apa-apa, karena izin diplomat asing, hanya dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Akhirnya pada awal tahun ini, anggota kongres AS di New York, Michael Grimm bertekad untuk menguras kantong negara-negara pengutang. Mereka membuat peraturan yang memungkinkan pemerintah setempat untuk memberikan sanksi bagi negara-negara yang enggan membayar denda. Namun, peraturan yang telah rampung ini masih belum disahkan dan mandek di komite lokal.

Indonesia Menolak Bayar
Kementerian Luar Negeri Indonesia yang membawahi KBRI dan KJRI di New York maupun di Washington menyatakan tidak akan membayar denda tersebut. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri RI, Triyono Wibowo, pada Selasa 27 September 2011.

Dia mengatakan bahwa permasalahan ini adalah permasalahan klasik yang selalu dialami para diplomat di New York. Dia menjelaskan, bukan sekali, masalah parkir juga pernah mengemuka pada tahun 80an. "Kita tidak akan membayar karena ini masalah lama. Kenapa baru sekarang diangkat, masalah ini sudah dari tahun 80-an," kata Triyono.

"Mungkin sekarang Pemda New York sedang kesulitan keuangan, sehingga mencari tambahan income," lanjutnya lagi.

Triyono mengatakan masalah ini terus timbul akibat Pemda New York yang tidak dapat menyediakan lahan parkir yang cukup untuk para perwakilan asing. Bukan hanya diplomat Indonesia, jelasnya, diplomat negara lain di New York juga mengeluhkan hal yang sama.

Sempitnya lahan parkir, lanjut Triyono, bahkan memaksa para diplomat untuk memarkir kendaraan mereka di kantor PBB yang letaknya berdekatan dengan Konsulat Jenderal RI. "Jumlah diplomat kita lebih dari 35, sedangkan di kantor hanya ada satu lahan parkir," kata Triyono.

Triyono bersikeras pemerintah tidak bersalah dalam hal ini. Dia angkat tangan sembari mengajak rakyat dan media di Indonesia tidak lagi mempermasalahkannya.  "Di New York ada yang namanya hospitality commitee, biar mereka saja yang urus. Kita di Indonesia diam saja, tidak perlu ikut ribut," katanya.

Kekebalan Diplomatik?
Seperti diketahui, perwakilan negara asing atau diplomat memiliki kekebalan diplomatik yang diatur dalam Konvensi Wina tahun 1961. Salah satu kekebalan diplomatik yang diterima  para diplomat adalah dibebaskan dari segala macam bentuk pungutan dan pajak, baik sifatnya nasional, pajak daerah maupun iuran-iuran lain. Hal ini juga disampaikan oleh Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.

Menurutnya, diplomat tidak perlu lagi mengurusi masalah biaya-biaya karena telah dibebaskan. Dia mengatakan tagihan kepada diplomat seperti itu di banyak negara tidak dibayar. "Karena itu diplomat, tidak melanggar," kata dia.

Namun, hal ini dibantah tegas oleh Michael Grimm. Dia mengatakan bahwa tidak ada yang namanya kekebalan diplomatik jika menyangkut pembayaran denda parkir.

MK Juga Surati KPU dan Bawaslu, Bakal Bacakan Dua Putusan

"Jika kau didenda di New York, maka kau harus bayar. Tanpa kecuali. Anggaran kota New York sudah semakin tercekik, dan diplomat asing tidak berhak mendapatkan kebebasan denda dengan mengorbankan para pembayar pajak," kata Grimm. (eh)

Ilustrasi video mesum

Geger Video Mesum Napi Narkoba dengan Wanita di Ruangan Lapas, Lagi Diusut Kemenkumham

Sebuah video diduga warga binaan atau narapidana di sebuah lembaga pemasyarakatan (lapas) merekam adegan mesum bersama seorang perempuan di sebuah ruangan lapas. 

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024