Cara Menghapus Diskriminasi Warga Tionghoa

Makan Pangsit
Sumber :

VIVAnews - Meski sudah ada pengakuan dari pemerintah mengenai tak adanya perbedaan antara warga Negara Indonesia dan etnis Tionghoa, namun diskriminasi tetap terjadi. Diskriminasi ini menyangkut banyak bidang, misalnya dalam berpolitik, berkehidupan sosial, dan lapangan pekerjaan.

Sejarahwan JJ Rizal mengungkapkan, sebenarnya diskriminasi ini berakar pada masa lalu. Berawal sejak 1970, perang Diponegoro, tragedi 1965 hingga tahun 1998. "Jadi, gejala anti China akan terus kuat," kata dia dalam diskusi "Polemik" yang digelar Radio Sindo, di Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2012.

Menyikapi hal ini, Rizal mengatakan bahwa ada beberapa cara untuk mengakhiri diskriminasi terhadap warga Tionghoa. Pemerintah, harus mengelola konsep nasionalisme dalam masyarakat Indonesia. "Menjadi tantangan bagi orang Tionghoa untuk berintegrasi secara penuh sebagai WNI," kata dia.

Dia menambahkan, bagaimana caranya pemerintah merangkul etnis Tionghoa untuk bersama-sama dengan warga Indonesia dalam membangun Indonesia. "Misalnya, mengambil inspirasi dari China sebagai kekuatan ekonomi yang besar," tutur Rizal.

Selain itu, Rizal melanjutkan, masyarakat Tionghoa harus dapat melepas rasa keTionghoan-nya untuk berbaur dengan masyarakat Indonesia lainnya. "Misalnya, model perumahan-perumahan mewah orang China dengan pagar-pagar tinggi harus segera diperbaiki. Jadi, mereka dituntut untuk membaur," ujarnya.

"Bagaimana orang China itu membaur dengan warga Indonesia, termasuk berpolitik, berbudaya, berpendidikan, ekonomi, dan sebagainya," kata Rizal.

Cara lain, misalnya, pelajaran multikulturalisme dimasukkan ke dalam pendidikan nasional dan dimulai sejak kecil. Selain itu, misalnya jurnalisme yang lebih ke antirasis dan multikultural juga memiliki peran yang sangat penting.

Selain itu, Rizal melanjutkan, buku sejarah memiliki peran yang penting. Sebab sejauh ini, tidak ada yang menuliskan peran orang Tionghoa dalam membangun Indonesia.

Sisterhood Modest Bazaar, Berburu Baju Lebaran Hingga Menu Berbuka

"Kita tidak melihat di buku sejarah mana pun bahwa Tionghoa berperan sangat penting seperti dalam gerakan syariat Islam. Padahal, itu banyak yang disadur dari kegiatan Tionghoa, banyak orang Tionghoa yang berperan aktif. Itu yang membuat anak-anak kita tidak mengenal bahwa orang Tionghoa ada di Indonesia juga," kata dia.

"Intinya, pemerintah harus mengubah dan mensosialisasikan bahwa Tionghoa adalah orang asing tidak benar. Itu harus hilang," lanjut Rizal. (art)

Kepala BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel

Senada dengan BNPT, Guru Besar UI Sebut Perempuan, Anak dan Remaja Rentan Terpapar Radikalisme

Guru Besar Fakultas Psikologi UI Prof. Dr. Mirra Noor Milla, sepakat bahwa perempuan, anak-anak, dan remaja rentan terpapar radikalisme, seperti paparan BNPT

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024