Laporan dari Beijing

Mengintip Kejayaan Marxisme di China

Museum Marxisme di Beijing, China
Sumber :
  • VIVAnews/Denny Armandhanu

VIVAnews - Teori Karl Marx soal penghapusan sistem kelas dalam masyarakat sosial dan pengaturan kepemilikan pribadi oleh pemerintah menjadi prinsip dasar di negara China. Beberapa karyanya yang terkenal dijadikan acuan sebagai pembuka pintu revolusi China menuju negara sosialis komunis.

Namun dalam perkembangannya, globalisasi mulai menggerus ideologi yang dipuja-puja oleh Ketua Mao Zedong, pemimpin abadi Partai Komunis China. Hal ini juga diakui oleh Luan Jianzhang, Wakil Direktur Biro Riset Internasional Partai Komunis China saat ditemui VIVAnews di Beijing pekan ini.

Luan mengatakan, walaupun sistem kapital Marxisme masih menjadi acuan dasar, namun China mulai memasukkan sistem ekonomi pasar yang dinilai lebih sesuai dengan kondisi global saat ini. Kolaborasi dua sistem inilah, ujar Luan, yang menguntungkan China di sisi perencanaan dan kultur mikro.

Prediksi Pertandingan Liga 1: Persib Bandung vs Borneo FC

Kendati demikian, pengaruh Marxisme sangat kental di China. Marx dan tokoh-tokoh komunis lainnya seperti Fiederich Engels dan Vladimir Lenin masih diagungkan di negara ini. Untuk melestarikan dan menjayakan terus gaung Marxisme, China terus menerbitkan buku-buku terkenal karangan Karl Marx dan mendirikan museum atas namanya.

Terletak di jalan Xixiejie, Beijing, Museum Marxisme China menampilkan masa-masa bersejarah bagi perkembangan komunisme di negara tersebut. Berdasarkan pemantauan VIVAnews yang berkunjung ke museum tersebut pada Kamis, 28 Juni 2012, koleksi mereka patut diacungi jempol. Bahkan, China berani sesumbar bahwa koleksi mereka di museum ini adalah yang terbanyak di Asia, atau bahkan di seluruh dunia.

Museum Marxisme di Beijing

Bukan hanya bualan, ketika kemasuki Museum yang berada satu komplek dengan Biro Pusat Terjemahan dan Kompilasi China (CCTB), pengunjung akan disajikan gambar-gambar dan koleksi kuno nan langka dari Marx dan Engels. Di antaranya yang tersimpan erat di kotak kaca adalah cetakan pertama buku Manifesto Komunis karya bapak komunisme dan sosialisme tersebut.

Di museum yang didirikan Oktober 2011 ini, terpampang sejarah panjang perjalanan komunisme ke China. Dalam beberapa gambar, diceritakan bahwa pertama kali komunisme diperkenalkan oleh seorang misionaris Barat pada tahun 1848, lalu dilanjutkan oleh para cendekiawan Tiongkok yang belajar ke luar negeri, terutama ke Jepang. Hingga akhirnya Partai Komunis China terbentuk pada 1921 dan berjaya hingga kini.

Dalam sebuah ruang yang tertutup rapat, terdapat beberapa koleksi sangat langka yang dimiliki oleh museum. Di antaranya adalah tulisan tangan Marx dan istrinya dalam secarik kertas. Surat tersebut berisikan penghiburan Marx terhadap kawannya yang tengah berduka. Di dindingnya, terpampang lukisan mahakarya pelukis China mengenai perjalanan hidup Marx. Hanya sedikit orang yang diperbolehkan masuk ke ruangan ini.

Sosok Abu Shujaa, Komandan Perang Al Quds yang 'Bangkit' dari Kematian

Buku kuno Manifesto Komunis berbahasa Jepang

Pemikiran-pemikiran Marx soal sosialisme komunis kemudian diadaptasi oleh Mao Zedong yang selanjutnya menerbitkan buah pikirannya sendiri. Pemikirannya kemudian menjadi dasar kebijakan Negeri Tirai Bambu, baik nasional maupun internasional. Kebanggaan rakyat China atas ideologi bapak-bapak mereka ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, di Beijing kepada VIVAnews.

"Ketua Mao membawa negara ini menjadi negara yang merdeka. Setelah Perang Opium berakhir pada 1949, China yang baru berhasil bangkit. Dengan pemikiran-pemikiran mereka, kami bisa berdiri dengan bangga di arena internasional," kata Hong. (eh)

Ilustrasi game changer.

Proyek Ini jadi 'Game Changer'

Game changer merupakan istilah yang mengacu pada perubahan atau inovasi yang mendasar dalam industri atau pasar yang mengubah dinamika yang ada dan ciptakan standar baru.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024