Agar Bisa Bekerja, Muslimah Inggris Harus Rela Lepas Jilbab

Ilustrasi Jilbab
Sumber :
  • Jilbab

VIVAnews - Diskriminasi masih terus terjadi di negara besar macam Inggris. Kelompok minoritas harus rela menanggalkan identitas mereka demi mendapatkan pekerjaan.

Inilah yang terjadi pada Muslimah di negara ini yang terpaksa melepaskan jilbab demi diterima bekerja. Realitas ini terungkap dalam survei koran The Guardian yang dilansir Al-Arabiya pada Senin, 10 Desember 2012.

Dalam laporan hasil survei dikatakan, selain melepaskan jilbab, kelompok etnis minoritas juga harus mengubah nama mereka agar lebih terdengar "Inggris". Hal ini dilakukan agar mereka tidak menjadi sasaran diskriminasi yang masih marak di negara Ratu Elizabeth itu.

Laporan Guardian mengatakan, tingkat pengangguran Muslimah berjilbab dan kelompok minoritas tidak mengalami kemajuan dalam tiga dekade terakhir.

"Wanita Pakistan dan Bangladesh yang paling terkena dampaknya, sebanyak 20,5 persen pengangguran, dibandingkan wanita kulit putih yang hanya 6,8 persen. Sebanyak 17,7 persen wanita kulit hitam juga menganggur," ujar laporan Guardian.

Laporan ini menunjukkan berbagai rintangan yang menghalangi karir wanita berjilbab dan kulit hitam di Inggris berbeda dengan wanita kulit putih. Menurut laporan, dikatakan bahwa para pengusaha mengaku tidak menerima wanita Muslim karena yakin mereka akan berhenti kerja ketika memiliki anak.

Selain itu, akibat paradigma diskriminasi ini juga, banyak wanita Muslim dan kulit hitam memilih untuk tidak melamar sebuah pekerjaan. Guardian menuliskan, upaya pemerintah untuk mengatasi hal ini masih belum cukup.

"Berdasarkan temuan ini, kami mengatakan bahwa pendekatan 'buta-warna' pemerintah untuk mengatasi pengangguran tidak mampu mengatasi isu-isu yang dihadapi wanita dari kelompok-kelompok ini," tulis Guardian. (eh)

Widodo Cahyono Putro Ungkap Kunci Selamatkan Arema FC dari Degradasi
Demo buruh di Balai Kota DKI Jakarta menuntut kenaikan UMP 2024

Serikat Pekerja Sebut Banyak Dosen Digaji di Bawah UMR 

Serikat Pekerja Kampus (SPK) mengungkapkan, berdasarkan hasil risetnya masih banyak dosen dan tenaga pendidikan (tendik) yang dibayar dibawah Upah Minimum Regional (UMR).

img_title
VIVA.co.id
2 Mei 2024