HRW: Polisi India Kerap Permalukan Korban Perkosaan

Demonstrasi anti perkosaan di New Delhi, India
Sumber :
  • REUTERS/Adnan Abidi
VIVAnews -
Sopir Sedan di Tangsel Jadi Tersangka Usai Tabrak Pemotor dan PKL
Kasus perkosaan di India memicu protes keras baik dari dalam maupun luar negeri. Kasus ini tengah mendapat sorotan, terlebih karena perilaku yang buruk anggota polisi terhadap para korban kejahatan seksual.

Pecahkan Rekor Tertinggi, Harga Emas Hari Ini Tembus Rp 1.249.000 Per Gram

Lembaga
Ten Hag Bawa 3 Pemain Man Utd U-18 ke Tim Senior
Human Right Watch (HRW), dilansir
Telegraph
, Kamis 7 Februari 2013, mendesak aparat di India untuk lebih sensitif terhadap para korban perkosaan, terutama anak-anak. Pasalnya, dalam beberapa kasus, para korban perkosaan yang melapor justru tidak diacuhkan, bahkan dipermalukan.


"Anak-anak yang memberanikan diri melaporkan perkosaan yang menimpa dirinya biasanya disuruh pulang atau tidak dihiraukan oleh polisi, staf medis, dan aparat lainnya. Malahan, mereka menjadi korban salah urus dan dipermalukan," kata Direktur Regional HRW Meenakashi Ganguly.


Dalam laporannya, HRW mengetengahkan beberapa kasus yang menunjukkan perilaku dungu aparat terhadap para korban perkosaan. Di antaranya, para korban dipaksa melakukan "tes jari" untuk membuktikan pengaduan mereka.


Dengan tes ini, staf medis memasukkan tangan mereka ke kemaluan korban untuk membuktikan apakah dia masih perawan atau tidak. Padahal, para ahli mengatakan tes ini sama sekali tidak berguna untuk menentukan apakah seseorang diperkosa atau tidak.


Seorang ibu mengisahkan, putrinya yang berusia tiga tahun yang menjadi korban perkosaan mengaku sangat kesakitan saat tes ini dilakukan. "Selama enam sampai delapan jam setelah pemeriksaan itu, anak saya tidak pipis karena kesakitan," kata ibu yang tidak ingin disebutkan namanya ini.


Sebelumnya juga pernah diberitakan, seorang remaja 17 tahun akhirnya setelah laporannya tidak diacuhkan polisi. Bahkan polisi mendesaknya untuk menarik laporan dan menikahi pelaku yang memperkosanya.


Laporan HRW berjudul "Mendobrak Keheningan" itu memuat lebih dari 100 wawancara para korban ataupun keluarganya yang muak pada perlakuan polisi. Dalam laporan setebal 82 halaman itu juga dikatakan bahwa kebanyakan perkosaan anak dilakukan di rumah, sekolah, maupun di tempat penitipan di seluruh India. Sebagian besar pelaku tidak tertangkap.


Ganguly mendesak pemerintah India untuk mengatasi masalah ini dan dibentuknya sistem kriminal yang baik. Dia mengatakan, jumlah korban diperkirakan masih banyak lagi, terutama karena banyak yang tidak melapor karena takut.


"Sebenarnya berat bagi anak-anak yang menjadi korban dan keluarganya untuk melapor polisi. Namun ketika melapor, mereka malah dihadapkan dengan aparat yang merendahkan dan membuat mereka trauma. Jika kepolisian gagal mereformasi diri untuk lebih sensitif dan mendukung korban, maka kantor polisi akan menjadi tempat yang menakutkan," kata Ganguly. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya