Kenapa Kesultanan Filipina Ngotot Rebut Sabah dari Malaysia

Polisi Malaysia berjaga di Lahad Datu, Sabah
Sumber :
  • REUTERS/Bazuki Muhammad
VIVAnews
Terungkap, Alasan Rizky Irmansyah Sukses Curi Perhatian Nikita Mirzani
- Orang-orang bersenjata dari Kesultanan Sulu, Filipina, sudah sepekan ini menduduki sebuah wilayah di Sabah, Malaysia. Mereka menganggap wilayah tersebut sebagai warisan Kesultanan Sulu yang harus dikembalikaan.

Top Trending: Suami Sandra Dewi Punya Saham Triliunan, Ramalan Jayabaya Soal Masa Depan Indonesia

Aksi ini dilakukan setelah Kesultanan Sulu merasa dirugikan dengan kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Kepulauan Mindanao. Kesepakatan ini menyebut Mindanao--termasuk Sulu--sebagai wilayah otonomi Bangsamoro dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen.
Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi


Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu merasa tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di tempat yang lain, yaitu Sabah, Malaysia.

Lantas, apa yang menyebabkan Kesultanan Sulu berani mengklaim wilayah Sabah sebagai tanah warisannya? Kolumnis Rita Linda V. Jimeno, sebagaimana dimuat oleh
Manila Standard Today
, Senin 18 Februari 2013, menuliskan jejak sejarah kaitan antara Kesultanan Sulu dengan wilayah Sabah.


Dalam sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658, Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North Borneo merupakan wilayah Kesultanan Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa bagi Sultan Sulu yang membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.


Pada 1761, Alexander Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company, melakukan perjanjian dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos perdagangan Inggris. Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh Kesultanan Sulu untuk mengusir Spanyol.


Pada 1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan Brunei ke Inggris. Jadilah pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan Inggris.


Di tahun-tahun berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau North Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian membentuk perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.


Pada 1885, Inggris, Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang mengakui kedaulatan Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan pelepasan Spanyol atas segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk mendukung Ingris. Pada 1888, Sabah resmi menjadi protektorat Inggris--yang kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan.


Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Untuk proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih bergabung dengan Federasi Malaisia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Dan hasilnya, rakyat Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu.


Pada 16 September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura, membentuk  Federasi Malaysia merdeka.


Menurut Jimeno, klaim ahli waris Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris. Namun, klaim itu juga didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo pada 1939. Klaim ini dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi Malaysia.


Klaim FIlipina atas Sabah, atas nama Kesultanan Sulu, sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Klaim itu pertama kali dilakukan pada masa Presiden Diosdado Macapagal pada 1962, sebelum Malaysia terbentuk. Namun klaim ini telah berlarut-larut dari tahun ke tahun.


Juru Bicara Departemen Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan, pemerintahnya belum melakukan perundingan lagi atas 'perang klaim' antara Kesultanan Sulu dengan Malaysia ini. Dia menolak laporan media Malaysia yang menyebut perundingan antara Malaysia dengan orang-orang dari Kesultanan Sulu telah berakhir dan orang-orang bersenjata itu akan dideportasi dari wilayah yang kaya akan minyak itu.


"Sampai sekarang tidak ada diskusi mengenai klaim kami di Sabah. Masalah ini tergantung pada pembuat kebijakan di negara kami untuk menentukan secara cermat apa yang akan dilakukan atas isu ini," kata Hernandez sebagaimana dikutip laman
interaksyon
, Senin kemarin. (sj)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya