Willem-Alexander, Remaja Pemberontak yang Jadi Raja Belanda

Raja Belanda Willem-Alexander melambaikan tangan di Sungai Ij Amsterdam
Sumber :
  • Reuters/ Kevin Coombs
VIVAnews
Pembunuhan Sadis, Wanita di Medan Tewas Ditangan Kekasihnya
- Ratu Beatrix (75) secara resmi telah menyerahkan tahta Dinasti Orange-Nassau kepada sang putra, Pangeran Willem-Alexander (46), di Gereja Nieuwe Kerk, Selasa siang waktu setempat, 30 April 2013. Sebelum Willem ditabalkan menjadi Raja baru, Ratu Beatrix menandatangani sebuah dokumen yang menyatakan tongkat estafet Kerajaan Belanda telah beralih ke putranya tersebut di Istana Kerajaan di kota Amsterdam.

Singapura Siap Sambut Kembali Wisatawan! STB dan GDP Venture Perbarui Kemitraan

Kini setelah tahta beralih kepada sang putra, Beatrix diberi gelar Putri.
PDIP Bisa jadi Oposisi, Bantu Pemerintah Mengkoreksi Bukan Saling Berhadapan


Lebih dari 25 ribu warga Belanda yang mengenakan kostum serba oranye terlihat memadati Plasa Dam dan menyaksikan momen bersejarah itu dari sebuah layar besar yang dipasang di luar istana. Mereka bersuka cita dan bertepuk tangan ketika Beatrix mengenalkan Willem-Alexander sebagai raja baru Belanda dari balkon istana kerajaan.

"Saya bahagia dan bersyukur dapat mengenalkan Anda kepada raja baru Belanda, Willem-Alexander," ujar Beatrix.


Jadi sorotan


Raja baru Belanda yang kerap dijuluki "Pangeran Oranye" mulai menjadi sorotan media di seluruh dunia, sejak Beatrix mengumumkan akan turun tahta pada Januari silam. Peristiwa ini merupakan momen langka karena negeri kincir angin itu kembali dipimpin seorang raja sejak Raja Willem III yang memimpin tahun 1890 lalu.


Willem-Alexander, yang lahir 27 April 1967 di Utrecht, merupakan putra pertama Ratu Beatrix dan suaminya, Pangeran Claus. Masa muda Pangeran Willem banyak dihabiskan di Istana Drakensteyn bersama kedua adiknya, Pangeran Johan Friso dan Pangeran Constantijn.


Ratu Beatrix bersikeras membesarkan dan mendidik anak-anaknya sama seperti anak-anak seusia Willem pada umumnya. Itu sebabnya para staf di istana diminta untuk memanggil Willem hanya dengan nama depannya saja hingga dia berusia 16 tahun.


Willem muda pun tidak disekolahkan ke sekolah khusus bangsawan Belanda. Sang ibu memilih menyekolahkannya ke Protestant Grammar School di Hague. Di tempat ini Willem berkesempatan berkenalan dengan anak-anak seusianya dari beragam latar belakang.


Remaja pemberontak


Menginjak masa remaja, Willem memiliki permasalahan dengan orang tuanya dan menjadi sosok pemberontak. Tidak bisa diatur, dia kemudian dikirim ke Atlantic College dekat Cardiff, Inggris, untuk mengikuti pendidikan singkat selama dua tahun.


Dalam wawancara di sebuah stasiun televisi, Willem mengakui dia dan orangtuanya memiliki masalah pada waktu itu. "Jadi memang sebaiknya kami berpisah untuk sementara waktu," ujar Willem kala itu.


Willem kemudian melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan sejarah di Universitas Leiden pada tahun 1987 setelah menyelesaikan wajib militer di Royal Netherlands Navy. Gelar sarjana berhasil diraihnya pada 1993.


Alih-alih menjadi sejarahwan, Willem lebih tertarik kembali ke dunia militer. Dia pun memilih menjadi pilot di angkatan bersenjata Belanda. Setelah berhasil meraih sertifikasi menerbangkan pesawat militer, Willem kemudian menghabiskan waktu beberapa bulan di Netherlands Defence College. Kemampuannya sebagai pilot teruji ketika menerbangkan pesawat yang membawa bantuan misi kemanusiaan di Kenya.


Selain memiliki minat yang besar di dunia militer, Willem juga tertarik pada pengelolaan air di Eropa Timur. Dia bahkan menjadi Anggota Kehormatan World Commission on Water di abad 21 dan anggota Global Water Partnership, sebuah badan yang dibentuk Bank Dunia, PBB dan Kementerian Kerjasama Pembangunan Swedia.


Di tahun 1999, pangeran berambut pirang ini bertemu dengan wanita yang kelak akan menjadi istrinya di sebuah pesta yang diselenggarakan oleh teman dekatnya. Di pesta tersebut, Willem terpikat Maxima Zorreguieta Cerruti, ahli ekonomi asal Argentina yang bekerja di Deutsche Bank, New York.


Pada Maret 2001, pasangan ini kemudian mengumumkan pertunangan mereka. Walaupun diwarnai kontroversi tentang sosok ayah Maxima, yang merupakan seorang menteri selama pemerintahan militer yang brutal, namun itu tidak menghalangi rakyat Belanda mencintai ratu baru Negeri Kincir Angin tersebut. Maxima sukses merebut hati rakyat Belanda.


Pada Februari 2002, mereka pun akhirnya menikah. Tidak lama berselang, pada 7 Desember 2003, putri pertama mereka, Catharina-Amalia, lahir. Disusul kelahiran putri kedua mereka pada Juni 2005, yang diberi nama Alexia Juliana. Dua tahun kemudian pada 2007, mereka dikarunia putri ketiga yang diberi nama Ariane.


Putri pertama mereka, Catharina-Amalia, kini dijuluki sebagai Putri Oranye dan berada di urutan pertama pewaris tahta kerajaan Dinasti Orange-Nassau ketika kelak sang ayah lengser.


Kini remaja pemberontak yang awalnya segan mewarisi tahta Ratu Beatrix itu mengaku siap memerintah Belanda. Willem-Alexander bahkan menyatakan tidak mengharapkan rakyatnya untuk memanggil dia dengan sebutan "Yang Mulia". (kd)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya