3 Aktivis Demo Toples di Atas Mobil PM Tunisia

Unjuk rasa "Bebaskan Amina" oleh Kelompok FEMEN di Brussels Belgia
Sumber :
  • REUTERS/Francois Lenoir
VIVAnews - Tiga aktivis perempuan bertelanjang dada, Femen, berunjuk rasa di Brussel pada Rabu malam waktu setempat dengan naik ke atas kap mobil Perdana Menteri Tunisia, Ali Larayedh. Mereka menuntut  pembebasan rekan mereka, Amina Tyler, yang kini tengah ditahan di penjara Tunisia.
Kemenkominfo Bakal Terbitkan Mudikpedia

Laman Huffingtonpost, Rabu 26 Juni 2013, melansir unjuk rasa itu dilakukan bersamaan saat Larayedh berkunjung ke Gedung Komisi Eropa di Brussel. Saat iring-iringan mobil Larayedh keluar, tiga aktivis perempuan Femen yang bertelanjang dada itu langsung menyerbu. 
9 Petani Sawit yang Halangi Proyek Bandara IKN Wajib Lapor, Polisi: Proses Hukum Tetap Jalan

Mereka naik ke atas bumper depan sedan mewah Larayedh sambil berteriak "hentikan kekerasan!" dan "bebaskan Amina!" sebelum akhirnya diusir oleh polisi Brussel. Amina ditangkap polisi Tunisia setelah menghilang dan menjadi buron. 
Pemkot Malang Siapkan THR Rp29 Miliar untuk Para ASN

Dia dicari polisi karena foto tidak senonohnya dipajang di situs media sosial, Facebook. Dalam keadaan telanjang dada, Amina menulis kalimat ini pada tubuhnya: "Tubuhku adalah milikku dan bukan atas kehendak seseorang."

Reformasi Tunisia

Menyikapinya, Komisi Eropa menyerukan agar pemerintah Tunisia segera melakukan reformasi terhadap sistem hukum yang berlaku di sana. Hal itu disampaikan oleh Kepala Komisi Uni Eropa, Jose Manuel Barroso, saat melakukan jumpa pers di Brussel dengan Larayedh. 

Komisi EU menekankan reformasi dilakukan khususnya pada kode kriminal untuk memastikan kebebasan berpendapat bagi seluruh warga Tunisia. 

"Sistem keadilan di Tunisia seharusnya dirombak untuk menjamin independensi dan imparsialitas sehingga negara ini bisa mencapai demokrasi penuh dan mendalam," ujar Barroso. 

Tunisia sebelumnya dikenal sebagai salah satu negara di dunia Arab yang menegakkan hak-hak wanita. Namun kebebasan wanita mulai dibatasi sejak terjadinya peristiwa revolusi tahun 2011 silam. 

Namun pemerintah Tunisia yang didominasi oleh kelompok Islam moderat dari Partai Ennahda, menolak tuduhan bahwa hak-hak wanita Tunisia terancam sejak mereka masuk ke dalam jajaran parlemen. Menurut pendapat Lisa Watanabe dari Pusat Kajian Keamanan di Zurich, Swiss, pernyataan pemerintah Tunisia itu tidak konsisten. 

Dia menyebut hingga saat ini tidak ada langkah nyata apa pun yang ditempuh oleh Pemerintah Tunisia, untuk memulihkan hak kaum wanita di sana. Isu ini hanya menjadi perdebatan semata di parlemen. 

"Ada sebuah proporsi yang dibuat oleh beberapa anggota parlemen yang berasal dari partai besar dengan kelompok koalisi untuk memasukkan sebuah pasal di dalam UU, bahwa konsep wanita di dalam keluarga hanya sebagai pelengkap dan tidak sejajar dengan pria," ujar Watanabe. 

Bukti lain Pemerintah Tunisia mulai membatasi kebebasan berpendapat warganya terjadi pada Selasa kemarin, saat seorang penyanyi rap, Ala Yaacoub, berada di pengadilan untuk melakukan banding atas vonis dua tahun penjara yang diterimanya. 

Penyanyi yang populer disebut Weld El 15, divonis penjara akibat membuat sebuah lagu yang diduga menghina polisi. Vonis itu sempat menuai kritik tajam dari kelompok oposisi Tunisia dan kelompok HAM karena dianggap pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat.  (eh)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya