Kelompok Bersenjata Bebaskan PM Libya

Perdana Menteri Libya Ali Zeidan
Sumber :
  • REUTERS/Adam Hunger

VIVAnews - Perdana Menteri Libya Ali Zeidan akhirnya dibebaskan setelah sempat diculik kelompok bersenjata, Kamis dini hari tadi 10 Oktober 2013. Militer Libya turut campur dalam proses pembebasan itu.

Dikutip dari laman kantor berita Libya, LANA, juru bicara Pemerintah Mohammaed Kaabar mengatakan Zeidan telah dibebaskan dan sudah dalam perjalanan menuju kantornya.

Dia tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana Zeidan bisa dibebaskan. Namun, USA Today menyebut tentara militer Libya turut campur dalam proses pembebasan itu. Sehingga kelompok bersenjata yang diduga berafiliasi dengan pemerintah tersebut tidak membebaskan Zeidan secara sukarela.

Zeidan diculik dari hotel tempatnya tinggal, Corinthia, pada Kamis dini hari. Menurut pengaman di Hotel Corinthia, pelaku adalah orang bersenjata.

Berita Man Utd: Erik ten Hag Akui Situasi Bermasalah hingga Kekhawatiran Wright Soal Kobbie Mainoo

Padahal, Hotel Corinthia diklaim sebagai tempat paling aman di ibukota Tripoli, karena di sana banyak diplomat dan pejabat tinggi tinggal. Saat Zeidan diculik, Pemerintah Libya menyatakan tidak tahu lokasi dan motif penahanan kepala pemerintahan mereka itu.

Namun menurut mantan kelompok pemberontak Libya, penculikan Zeidan merupakan balas dendam karena Pemerintah Libya membiarkan Amerika Serikat menangkap salah satu warga mereka Abu Anas al-Liby di kota Tripoli. Liby ditangkap pada Sabtu pekan lalu karena dianggap terkait dengan aksi dua pengeboman di Kedutaan Besar AS di Kenya dan Tanzania pada tahun 1998 silam. Akibat aksi bom tersebut, sebanyak 224 orang dilaporkan tewas.

Saat ini, Liby ditahan dan dimintai keterangan di sebuah kapal Angkatan Laut AS yang tengah berlayar di Laut Mediterania.

Kantor berita Reuters menyebut pelaku penculikan PM adalah kelompok Operasi Revolusioner Libya. Kelompok ini berafiliasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Dalam sebuah pernyataan di Facebook, kelompok tersebut menulis telah menahan Zeidan berdasarkan perintah dari Jaksa Penuntut. Mereka menambahkan menahan Zeidan sesuai dengan UU yang berlaku di negara tersebut.

Kelompok itu mengaku berang saat mendengar pernyataan Menteri Luar Negeri AS John Kerry yang menyebut kerap melakukan kontak dengan pejabat tinggi AS dan Libya sebelum menangkap Liby.

"Penahanan dia terjadi usai [Kerry] mengatakan Pemerintah Libya mengetahui soal operasi tersebut," ujar juru bicara kelompok tersebut kepada Reuters.

Kendati mereka mengklaim Pemerintah Libya tahu soal aksi penangkapan pria yang memiliki nama asli Nazih Abdul Hamed al-Raghie itu, namun Zeidan mengaku berang dengan sikap Pemerintah AS. Pasalnya aksi AS dianggap telah melanggar kedaulatan Libya.

Zeidan dan beberapa pejabat politik top Libya mendesak AS untuk segera menyerahkan kembali Liby. Pemerintah menginginkan agar Liby diadili di Libya dan bukan di AS.

Pemerintah juga menuntut agar keluarga dibiarkan mengunjungi Liby dan menyediakan pengacara. Saking kesalnya, Menteri Kehakiman Libya sampai memanggil Duta Besar AS untuk Libya Deborah Jones. Menteri Kehakiman minta Jones menjelaskan soal penangkapan warganya itu.

Menurut laporan Al Jazeera, banyak kelompok bersenjata ramai-ramai menulis pesan di media sosial akan membalas dendam setelah Liby ditangkap. Aksi balas dendam itu termasuk penyerangan beberapa target strategis seperti jalur pipa gas ekspor, pesawat, dan kapal serta penculikan warga AS di Tripoli.

Namun Kerry, membela aksi penangkapan yang dilakukan militer mereka. Pada Senin lalu, dia menyatakan Liby adalah target yang telah lama dibidik oleh militer AS. FBI bahkan memasukkan namanya ke dalam daftar DPO dan dihargai US$5 juta atau Rp57 miliar. (umi)

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi A. Chaniago

Babak Baru Kasus Hoax Rekaman Forkopimda, Palti Hutabarat Diserahkan ke Kejaksaan

Berkas perkara kasus yang menjerat Palti Hutabarat disebut telah lengkap.

img_title
VIVA.co.id
19 Maret 2024