Peraih Nobel Asal Iran: Sanksi Ekonomi Rugikan Rakyat, Bukan Rezim

Peraih Nobel Perdamaian 2003 asal Iran, Shirin Ebadi
Sumber :
  • Reuters/ Kacper Pempel
VIVAnews
Hartono Bersaudara, Pemilik Klub Sepak Bola Italia Terkaya
- Wanita peraih Nobel Perdamaian asal Iran, Shirin Ebadi, pada Senin kemarin menyerukan organisasi Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) untuk tak hanya memikirkan bagaimana melucuti nuklir Iran. Mereka juga harus fokus soal perbaikan hak asasi manusia (HAM) di sana.

Catherine Wilson Ngaku Malu, Mobil Pemberian Idham Masse Ditarik Pihak Leasing

Ebadi melihat Barat berpikir, agar Iran mau mematuhi keinginan negara-negara barat, lantas diberlakukan sanksi ekonomi terhadap Iran. Kantor berita Reuters, Senin 4 November 2013, melansir dampak dari sanksi ekonomi dan keuangan itu malah lebih menyengsarakan rakyat ketimbang rezim Pemerintahannya.
Pengakuan Jujur Shin Tae-yong Usai Ernado Ari Gagalkan Penalti Australia


"Sanksi ekonomi memiliki dampak besar. Rakyat menjadi semakin miskin. Beberapa obat-obatan tertentu bahkan sulit ditemui di Iran. Harga makanan di Iran bisa lebih mahal ketimbang di negara lainnya," kata Ebadi.

Sanksi yang membahayakan kehidupan warga Iran, lanjut Ebadi, sebaiknya diganti dengan hukuman lain yang dapat melemahkan rezim Pemerintah. Salah satu saran yang dia ajukan yaitu dengan melarang Pemerintah Iran menggunakan satelit buatan negara-negara Eropa dan AS untuk menyiarkan beragam program propaganda yang ditampilkan dalam Bahasa Parsi di luar Iran.


"Kami harus menghentikan Pemerintah Iran untuk dapat menggunakan satelit tersebut," ujar dia.


Dengan cara seperti ini, kata Ebadi, maka mereka dapat menutup semua celah propaganda yang digulirkan Pemerintah Iran. Selain itu, cara lain yang dapat ditempuh untuk menghukum Pemerintah Iran yakni dengan mengeluarkan larangan bepergian bagi pejabat berwenang negara tersebut mulai dari Wakil Menteri ke atas.


Seluruh aset mereka yang disimpan di bank-bank Eropa dan AS lanjut Ebadi, juga harus disita.


Rouhani Tak Lebih Baik


Dalam kesempatan itu, Ebadi turut mengutarakan rasa kecewanya terhadap Pemerintahan yang dipimpin Presiden baru,  Hassan Rouhani. Menurut wanita yang sudah menetap di Inggris sejak tahun 2009 silam, cara Rouhani memerintah tidak lebih baik dari pendahulunya, Mahmoud Ahmadinejad.


Dia mencontohkan dalam perlindungan HAM, selama dipimpin Rouhani bulan Juni lalu, jumlah eksekusi napi vonis mati meningkat dua kali lipat ketimbang setahun lalu saat Ahmadinejad masih berkuasa. Ebadi mengingat, dulu ketika Ahmadinejad masih duduk sebagai Presiden, hampir semua aktivis oposisi masih berada dalam keadaan hidup di dalam sel tahanan


Dia lantas mengutip data dari Federasi Hak Asasi Manusia Internasional (FIDH) yang menyebut lebih dari 200 orang, termasuk empat di antaranya berasal dari kelompok minoritas, telah dieksekusi antara tanggal 14 Juni hingga 1 Oktober. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding periode yang sama pada tahun 2012 lalu.


"Sayangnya dunia saat ini lebih memfokuskan perhatian kepada energi nuklir ketimbang pelanggaran HAM yang terjadi di Iran. Dan inilah sebab mengapa kondisi perlindungan HAM di Iran kian memburuk," kata dia.


Menurut Ebadi, kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan Iran perlu memfokuskan perhatian tidak hanya soal masalah nuklir, ketika mereka bertemu di Jenewa, Swiss mendatang. Bahkan, Ebadi memperingatkan negara-negara Uni Eropa (UE) tidak perlu terburu-buru untuk segera memperbaiki hubungan diplomatik dengan Pemerintah Tehran.


Khususnya sebelum Pemerintah Tehran memperbaiki catatan penegakan HAM-nya. "Pertanyaan saya untuk negara-negara Eropa adalah, apabila mereka akhirnya sepakat dengan Iran soal isu nuklir, apa Anda akan berjabat tangan dengan sebuah Pemerintahan yang mengizinkan untuk merajam wanita dengan batu?" kata Ebadi.


Apa Anda, lanjut Ebadi, percaya kepada sebuah Pemerintahan yang mengeksekusi lawan politiknya sendiri.  "Apa Anda bersedia berkompromi dengan standar HAM yang Anda yakini demi kepentingan dan keamanan pribadi?" kata dia.


Sementara pernyataan Ebadi dibantah oleh Juru Bicara utusan Iran untuk PBB, Alireza Miryousefi. Menurut Miryousefi, setelah berhasil menggelar pemilu yang terbuka, bebas, adil, transparan dan dengan cara yang demokratis, Republik Iran telah memasuki tahap baru dalam demokrasi.


Bahkan, kata Miryousefi, Pemerintahan Rouhani telah mengenalkan konsep pemerintah di bidang perlindungan HAM. Draf itu bernama Piagam Hak Warga Negara dan berisi penarikan keluhan badan Pemerintah terhadap jurnalis serta pembebasan dan pengampunan bagi 86 napi. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya