Hasil Otopsi Pastikan Arafat Tewas Diracun Polonium

Janda Yasser Arafat di depan foto mendiang suaminya
Sumber :
  • REUTERS/Darrin Zammit Lupi

VIVAnews - Hasil otopsi terhadap jenazah Pemimpin Palestina, Yaser Arafat, positif membuktikan dia tewas akibat diracun dengan zat Polonium. Pernyataan itu dilontarkan oleh istri Yaser, Suha, yang menerima laporan otopasi jasad suaminya setelah diteliti selama satu tahun. 

Tim Cook Puts Investment to Build Apple Developer Academy in Indonesia

Laman Telegraph, Rabu 6 November 2013  memberitakan Suha memperoleh laporan tersebut dari Institut Fisika Radiasi dari RS Universitas Lucern, Swiss. Hasil lengkap otopsi tersebut kemudian diunggah oleh stasiun berita Al Jazeera pada hari yang sama. 

"Kami berhasil mengungkap sebuah kejahatan yang nyata. Sebuah drama pembunuhan politik," ungkap Suha kepada kantor berita Reuters di Paris. 

Merawat Silek Galombang 12 Batipuh Pitalah Bungo Tanjuang

Hasil laporan ini, lanjut Suha, telah membuktikan kecurigaan publik selama ini. Suha dilapori oleh tim forensik dari Swiss pada saat bertemu dengan mereka pada Selasa lalu di Jenewa. 

"Ini merupakan bukti ilmiah bahwa dia tidak wafat dengan cara yang wajar. Kini, kami memiliki bukti bahwa pria ini telah dibunuh," imbuh Suha. 

Jumat Ini KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor soal Korupsi Potongan Insentif

Kendati akhirnya terungkap bahwa suaminya tewas diracun, namun Suha tidak ingin menuduh negara atau pihak tertentu. Dia menerima fakta banyak pihak yang ingin menginginkan kematian Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina itu. 

Namun, spekulasi beredar dengan cepat. Ini membuktikan bahwa Arafat memiliki musuh yang berasal dari kalangan orang dalam. Menurut analisa seorang ahli forensik asal Inggris, David Barclay, bisa jadi seseorang dari kalangan dalam Arafat, diam-diam memasukkan zat beracun Polonium yang berbentuk bubuk ke dalam makanan, minuman, obat tetes mata atau pasta gigi. 

Namun, warga Palestina dengan cepat menuduh bahwa aktor utama di balik kematian Arafat adalah Israel. Hal itu lantaran, selama dua setengah tahun terakhir hidupnya, Arafat selalu jadi target berbagai operasi eksekusi yang dilancarkan oleh Israel. 

Khususnya dengan serangan helikopter Israel yang memborbardir markas Arafat di kota Ramallah dengan roket. Dia berhasil selamat dan dilarikan ke tempat yang lebih aman ketika peristiwa itu terjadi pada bulan Desember 2001 silam. 

Kecurigaan Arafat diracun bermula ketika Stasiun Berita Al Jazeera yang berbasis di Qatar pada tahun 2012 lalu menemukan jejak zat beracun polonium-210 di barang-barang pribadi milik Arafat yang diserahkan kepada Suha. Barang-barang itu diserahkan oleh perwakilan RS Militer Prancis, tempat Arafat kali terakhir dirawat hingga mangkat. 

Tim investigasi Prancis kemudian menindaklanjuti permintaan Suha untuk menyelidiki dugaan pembunuhan terhadap suaminya di bulan Agustus 2012 silam. Sebuah tim gabungan forensik yang berasal dari Swiss, Rusia dan Prancis lantas mengambil sampel dari jasadnya untuk pemeriksaan. 

Aktivitas itu dilakukan setelah mendapat persetujuan dari otoritas Palestina untuk dapat membuka kembali makam Arafat. 

Dari hasil pemeriksaan awal, beberapa pihak meragukan adanya zat polonium di jasad Arafat. Kepala Tim forensik dari Institut Forensik Rusia, Vladimir Uiba, sempat menyatakan tidak ada jejak racun polonium di spesimen jasad Arafat. 

Namun, pernyataan yang sudah kadung dikutip kantor berita Interfax buru-buru diralat oleh Badan Biologi-Medis Rusia. Mereka membantah telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait hasil otopsi jasad Arafat. 

Selain itu, para ahli sempat mengatakan sakit yang diderita Arafat tidak konsisten dengan ciri-ciri orang yang terpapar radio aktif nuklir. Mereka juga menyebut, rambut Arafat tidak rontok. 

Kecurigaan semakin kuat ketika kasus kematian mantan agen mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko, terkuak. Litvinenko yang tewas di sebuah hotel di London, terbukti tewas akibat diracun dengan zat yang sama. 

Litvinenko sempat meninggalkan pesan dan menuduh pembunuhan dirinya akibat suruhan Presiden Vladimir Putin, gara-gara dia membelot. 

Namun sejak awal, Barclay sudah yakin Arafat diracun dengan polonium. Menurut dia, jenis polonium yang disisipkan ke dalam jasad Arafat telah diproses di reaktor nuklir. 

"Sedikit zat polonium yang dimasukkan ke dalam makanan atau minuman yang mereka minum, cukup untuk membunuh 50 orang sekaligus," ujar Barclay. 

Sebelum meninggal, Arafat mengeluh sakit di bulan Oktober 2004 silam. Saat dia gejala yang dialaminya peradangan lambung akut dengan diare dan muntah-muntah. 

Dugaan awal, pejabat tinggi Palestina itu disebut menderita influenza. Namun, karena penyakitnya semakin parah, Arafat lalu diterbangkan ke Paris dengan menggunakan pesawat Pemerintah Prancis. 

Tak lama kemudian dia jatuh koma usai dirawat di RS Militer Percy yang terletak di pinggiran kota Clamart. Dia kemudian dinyatakan wafat pada tanggal 11 November. 

Saat itu tim dokter Prancis menyatakan Arafat mangkat akibat stroke. Tetapi mereka mengaku tidak dapat mengidentifikasi penyebab awal dia sakit. Saat itu belum ada permintaan otopsi terhadap jasadnya.  

Kini, usai terkuak fakta bahwa Arafat dibunuh, Suha, berencana membawa kasus ini ke ranah hukum. Salah satu pengacaranya akan menerjemahkan laporan otopsi tersebut ke dalam Bahasa Prancis dan membawanya ke tiga hakim di pinggiran kota Paris, Naterre untuk dilakukan investigasi.  (sj)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya