Menlu AS John Kerry: "Luka di Kaki, Sakit Seluruh Badan"

John Kerry mengunjungi Masjid Istiqlal
Sumber :
  • REUTERS/Evan Vucci/Pool
VIVAnews - Menteri luar negeri AS, John Kerry, mengingatkan bahwa ancaman perubahan iklim tidak bisa lagi dipandang remeh. AS kini terus mendorong semua negara, termasuk Indonesia, untuk mengantisipasi ancaman itu.
Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Demikian kata Kerry saat berpidato selama 30 menit di hadapan para tokoh masyarakat, mahasiswa, pejabat, dan kalangan media massa di Jakarta hari ini. Berlangsung di Pusat Kebudayaan Amerika, pidato Kerry ini juga disaksikan masyarakat di Medan dan Surabaya melalui jaringan Internet. 
Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Dalam pidatonya yang berbahasa Inggris, Menlu Kerry sempat melontarkan ungkapan dalam bahasa Indonesia. "Luka di kaki, sakit seluruh badan," kata Kerry sambil disambut meriah lebih dari 100 hadirin, termasuk mantan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar.
5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?

Ungkapan itu, lanjut Kerry, dia lontarkan untuk membuktikan bahwa kerjasama mengantisipasi perubahan iklim itu bukan hanya tugas satu, dua negara saja. "Negara kami tidak bisa bertindak sendiri, harus ada kerjasama menyeluruh di semua negara," kata Kerry.

Maka dia berseru kepada masyarakat Indonesia untuk terus berseru kepada Pemerintah bahwa perubahan iklim harus segera diantisipasi saat gejala alam ekstrem sering terjadi belakangan ini. Upaya ini bisa dengan menciptakan dan melaksanakan gerakan pola hidup dan industri yang ramah lingkungan dan tidak lagi andalkan bahan bakar yang tidak dapat diperbarui seperti batu bara dan bensin berbahan fosil.

"Indonesia termasuk negara yang rentan dalam perubahan iklim. Sudah seharusnya Indonesia menjadi yang terdepan dalam menggalakkan isu ini di tingkat global," kata Kerry. 

Dia mengingatkan bahwa perubahan iklim saat ini sama berbahayanya dengan ancaman-ancaman lain seperti terorisme, kejahatan lintas negara, maupun kepemilikan senjata pemusnah massal. 

"Hampir semua ilmuan, 97 persen, yakin bahwa ulah manusia merupakan penyebab terbesar bagi perubahan iklim dengan terus menghasilkan gas rumah kaca lewat kegiatan industri besar-besaran dan pola hidup yang tidak ramah lingkungan," ujar Kerry. 

Dia juga ingin AS memelopori suatu perjanjian global baru yang akan membuat semua untuk sama-sama mengurangi polusi dari bahan bakar berbahan fosil . Komitmen baru ini kemungkinan sebagai pengganti Protokol Kyoto, yaitu suatu perjanjian internasional soal pengurangan emisi global yang disahkan pada 1997 namun masa berlakunya bakal habis pada 2020.

Namun komitmen baru yang diperjuangan Menlu Kerry ini patut dipertanyakan mengingat AS hingga kini tidak pernah meratifikasi Protokol Kyoto.  Sebelum ke Jakarta Sabtu kemarin, Menlu Kerry berhasil membuat kesepakatan bilateral dengan China untuk sama-sama berkomitmen mengurangi emisi gas karbon dioksida penyebab gas rumah kaca. 

Selama ini AS dan China merupakan dua negara raksasa ekonomi namun juga penghasil polusi udara terbesar di dunia. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya