Ukraina Memanas, Crimea Pilih Bergabung Dengan Rusia

Rusia Siap Invasi Ukraina
Sumber :
  • REUTERS/David Mdzinarishvili

VIVAnews - Situasi krisis di Ukraina semakin meruncing. Setelah Presiden Vladimir Putin menolak menarik pasukan dari Crimea, wilayah otonomi Ukraina, kini parlemen di Crimea menyatakan ingin melepaskan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia. 

SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri

Parkir Cuma Sebentar, Mobil Ini Ditagih Rp48 Juta di Tangerang

Dilansir BBC, parlemen Ukraina bahkan telah meminta persetujuan Kremlin. Jika diijinkan, maka seluruh rakyat Crimea menyerahkan referendum mereka pada tanggal 16 Maret mendatang. 

Perkembangan ini tentu membuat Ukraina berang. Pemerintahan sementara Ukraina, yang diwakili Perdana Menteri Arseniy Yatsenyuk mengatakan keputusan yang diambil parlemen Crimea tidak berdasar.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Sementara Menteri Ekonomi Sementara Crimea Pavlo Sheremeta mengemukakan keputusan Crimea untuk bergabung dengan Rusia tidak sesuai dengan konstitusi. 

Adapun keputusan dari parlemen Crimea tersebut keluar bersamaan dengan berkumpulnya para pemimpin negara-negara Uni Eropa di Brussel, Belgia, untuk mendiskusikan tindakan tepat atas aksi provokatif Rusia di Ukrania. 

Di sisi lain, parlemen Crimea berpendapat keputusan yang mereka ambil merupakan langkah tepat, mengingat sejarah panjang Crimea dengan Rusia. Wilayah otonomi yang terletak di selatan Ukraina tersebut memang pro-Kremlin dan didominasi warga etnik Rusia. 

Dalam keterangan yang diberikan kepada media, parlemen Crimea memutuskan untuk "bergabung dan diberikan hak yang sama dengan Federasi Rusia". Bahkan parlemen Crimea menyatakan bahwa mereka telah meminta Presiden Putin untuk "memulai prosedur".

"Hal ini berarti kami telah kembali pulang ke Tanah Pertiwi yang telah terpisah lama dari kami," ujar Juru Bicara Parlemen Crimea, Sergei Tsekov. 

Dikabarkan, Presiden Putin telah mengetahui mengenai permintaan tersebut, namun belum memberikan respon. Namun, jika Rusia setuju dengan permintaan Crimea, maka warga Crimea akan diminta memilih untuk bergabung dengan Rusia atau tetap bersama Ukraina. Referendum tersebut akan dilakukan pada 16 Maret mendatang. 

Tsekov optimistis rakyat Crimea akan setuju bergabung dengan Rusia sesuai keputusan parlemen. 

Adapun Yetsenyuk, yang bertemu dengan ke-28 pemimpin negara-negara Uni Eropa di Brussel, dengan tegas mengatakan Ukraina harus terus menjadi negara kesatuan dan seluruh Ukraina siap bela negara bila Rusia tetap melanjutkan "agresi" mereka. 

Kendati menyadari kekuatan militer yang tidak imbang antara Ukraina dan Rusia, Yetsenyuk mengatakan semangat warga Ukraina tidak kalah. "Kami kalah dalam hal senjata, kami bahkan tidak punya senjata nuklir, tapi semangat kami tidak kalah," tuturnya. 

Dia juga menyebutkan "pasukan militer dan tank Rusia di tanah Ukraina tidak bisa diterima di abad ke-21"

Negara-negara Barat bersepakat untuk memberi "sanksi keras" pada Rusia, kendati beberapa negara, termasuk Jerman, lebih memilih cara mediasi. 

Di tempat berbeda, Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengadakan pertemuan pribadi dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Roma. Dalam pertemuan tersebut, Lavrov mengatakan belum ada kesepahaman antara Rusia dan komunitas internasional.

"Sekarang ini, kami belum bisa mengabarkan pada komunitas internasional bahwa kita sudah sepaham," papar Lavrov.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya