- Reuters
VIVAnews - Para Biksu radikal di Myanmar menyerukan boikot perusahaan telekomunikasi Ooredoo, karena berasal dari negara Muslim, Qatar. Padahal, perusahaan itu menjanjikan kartu SIM dengan harga murah.
Dilansir Straits Times, Jumat, 6 Juni 2014, salah satu Biksu, Parmuakha, mengatakan mereka ingin Umat Budha membeli sesuatu di toko yang dimiliki oleh warga seagama. "Keuntungannya pun harusnya masuk ke agama kami," ungkap Parmuakha yang menggelar sebuah kampanye melawan perusahaan tersebut.
Kampanye menentang Perusahaan Ooredoo akan dimulai hari Sabtu esok. Para Biksu tersebut juga mengecam langkah Pemerintah Myanmar yang mengeluarkan izin selama 15 tahun bagi Ooredoo. Dua perusahaan telekomunikasi asing lainnya diprediksi akan memasuki pasar.
Sebelumnya, pasar telekomunikasi hanya dimonopoli oleh perusahaan milik negara.
Perusahaan tersebut rencananya akan menjual SIM card tidak lebih dari 1.500 Kyat atau setara Rp18 ribu di tiga kota yakni Yangon, Mandalay, dan Naypyidaw pada kuartal ketiga tahun 2014.
Sementara Pemerintah Myanamr menjual SIM Card murah menggunakan sistem semacam lotere. Harga SIM Card dijual US$2 atau Rp23.800. Apabila membeli SIM Card biasa yang dijual di toko, harganya lebih mahal berlipat-lipat yakni US$200 atau Rp2,3 juta.
Juru bicara Ooredoo, Thiri Kyar No, mengatakan semua orang memiliki hak dan terlahir setara. "Sehingga kecurigaan apapun mengenai perusahaan kami akan segera menghilang ketika mereka mulai melihat merk kami dan efek positif akan turut dirasakan oleh publik Myanmar," ujar Thiri.
Kendati begitu, tidak semua warga Myanmar mematuhi seruan tersebut. Seorang warga, Tin Shwe, mengaku akan tetap membeli SIM Card dari perusahaan Qatar itu. "Kami warga miskin hanya dapat menggunakan ponsel murah. Kami tidak peduli dari mana perusahaan itu berasal," kata Tin.
Agama menjadi isu yang sensitif di Myanmar, yang mayoritas dihuni oleh warga Buddha. Kekerasan kerap terjadi antara umat Buddha dan kelompok minoritas Muslim Rohingya. Akibatnya, 140 ribu warga Rohingya terpaksa mengungsi ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. (umi)