Tangis Warnai Perayaan Idul Fitri di Gaza

Asap setelah sebuah roket meledak di jalur Gaza, Palestina
Sumber :
  • REUTERS/Ahmed Zakot
VIVAnews - Senin, 28 Juli 2014 seharusnya menjadi hari membahagiakan bagi umat Muslim di seluruh dunia setelah selama satu bulan penuh berpuasa. Namun, tidak bagi umat Muslim di kota Gaza, Palestina. 
ICW Soroti Kasus Pungli di Rutan KPK: Betapa Bobroknya Lembaga Antirasuah Itu

Kantor berita Reuters mengutip pernyataan seorang bernama Abir Shammaly yang tengah berduka saat Idul Fitri tahun ini. Putra Shammaly tewas dalam serangan udara Israel ketika menggempur Distrik Shejaia di bagian timur kota Gaza pada pekan lalu. Kini, dia hanya bisa menangis di samping jasad putranya itu. 
Menteri AHY Janjikan Ini soal Pengadaan Lahan untuk Proyek Strategis Nasional

"Bagaimana seharusnya perasaan seorang ibu ketika dia membuka mata pada hari Idul Fitri dan tidak melihat putranya ada di samping dia?" tanya Shammaly. 
Keutamaan Mengamalkan Asmaul Husna di Bulan Ramadhan

Maka, jadilah Shammaly duduk termenung di samping makam putranya yang baru saja digali. Sementara putri Shammaly menabur bunga mawar berwarna merah muda dan putih di atas pusara sang kakak. 

Shammaly merupakan satu dari ribuan warga Gaza yang memberikan penghormatan bagi orang Palestina yang tewas dalam serangan Israel yang membabi buta. 

Setelah tiga pekan militer Israel menggelar Operasi Perlindungan Perbatasan pada 8 Juli lalu, total lebih dari 1.000 warga Palestina meregang nyawa. Sementara 6.000 lebih warga mengalami luka. 

Masjid jadi sasaran

Begitu pula dengan bangunan yang mereka huni. Sebagian besar bangunan di pusat kota Gaza telah luluh lantak. Masjid pun juga menjadi sasaran serang Israel. 

Maka tak pelak, umat Muslim di Gaza terpaksa menunaikan ibadah salat Idul Fitri di lapangan-lapangan terbuka. Menurut keterangan seorang relawan lembaga kemanusiaan Mer-C, Husein, kepada BBC, mereka lebih memilih menunaikan salat di tempat tersebut, karena takut akan menjadi sasaran serang militer Israel. 

"Risikonya terlalu besar," ungkap Husein. 

Alhasil, lanjut Husein, salat Id dilakukan di berbagai tempat. Bahkan, ada umat Muslim yang menunaikan salat di bangunan lain seperti di gereja. 

"Mereka salat di dalam bangunan gereja karena kondisinya tidak memungkinkan salat di mesjid mengingat masjid menjadi target serangan militer Israel," papar Husein. 

Selain tidak ada tempat untuk beribadah, warga Gaza juga kehilangan rumah untuk berlindung. Banyak dari mereka terpaksa mengungsi karena mengikuti saran militer Israel, khawatir menjadi sasaran tembak. 

Badan PBB untuk Penanganan Pengungsi Palestina, UNRWA, mencatat sekitar 167 ribu warga mengungsi di sebuah sekolah berwarna biru dan putih yang dikelola organisasi itu. Sekolah tersebut dibangun tahun 1949 silam untuk membantu pengungsi Palestina dari perang kemerdekaan Israel. 

Bagi para pengungsi Palestina, maka tidak ada kata liburan. 

"Ini merupakan liburan di mana orang melihat orang lain dibunuh, melihat bangunan dihancurkan. Liburan macam apa ini? Siapa yang mampu menikmati liburan seperti ini?" tanya seorang perempuan bernama Um Mustafa Jarbou sambil menangis sembari duduk di lantai sekolah. 

Jarbou berasal dari utara kota Gaza, Beit Lahiya. Sama seperti kebanyakan warga Palestina lainnya, dia memilih untuk mengungsi sebelum kena sasaran militer Israel. 

Perayaan Idul Fitri di kota Gaza tahun ini nampak sepi. Tidak ada perayaan kembang api atau petasan yang membahana di udara. 

Tidak ada anak-anak yang berlari sambil menunjukkan baju baru dan menerima banyak manisan dari para tetangga. 

Yang ada, mereka malah menerima teror dalam bentuk telepon dari militer Israel.
"Dengarkan Hamas. Jika kalian masih hidup, maka kalian harus tahu bahwa jika kalian melanjutkan serangan ini, maka kami akan merespons. Kami akan merespons lebih keras," ujar pesan militer Israel yang telah direkam.

Itu merupakan bagian dari kampanye Israel untuk membujuk agar kelompok militan Hamas menghentikan serangan roket. 

Sementara, sebagian besar anak-anak justru terbaring di rumah sakit karena terluka akibat serangan Israel. Sekelompok pemuda, lalu membagikan manisan dan kue kepada anak-anak yang terluka itu. 

"Saya tidak tahu apa-apa soal Idul Fitri. Mungkin Idul Fitri dirayakan di luar sana, namun kami semua di sini terluka," ujar pemuda bernama Inas Anshour yang mengalami luka di bagian kepala akibat terkena serpihan mortir Israel di pinggiran Zeitoun. (ita)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya