Tak Sampai Sebulan, 4 Rumah Sakit di Gaza Diserang Israel

Keluarga terlantar mengungsi di pekarangan RS Al Shifa Kota Gaza.
Sumber :
  • Samantha Maurin/MSF

VIVAnews - Organisasi kemanusiaan medis internasional, Médecins Sans Frontières/Dokter Lintas Batas (MSF), mengecam keras serangan pada tanggal 28 Juli terhadap RS Al Shifa di Kota Gaza, Palestina, tempat tim bedah MSF bekerja. Padahal Al Shifa adalah RS rujukan utama untuk seluruh Jalur Gaza.

IP Podcast Meriahkan Hari KI Sedunia Tahun 2024 di 33 Provinsi

Pengeboman terbaru terhadap fasilitas kesehatan ini, tempat di mana ribuan orang mengungsi sejak militer Israel meluncurkan "Operation Protective Edge" tiga pekan lalu, menunjukkan bahwa penduduk sipil di Gaza tidak punya tempat yang aman untuk berlindung, dan ini menunjukkan sulitnya menyediakan bantuan darurat di Gaza.

Seorang staf internasional MSF berada di dalam bangunan RS ketika unit pasien rawat inap di RS Al Shifa dibom. Meski tak ada yang cedera, ini adalah RS keempat di Gaza yang diserang sejak tanggal 8 Juli, RS lainnya adalah European General Hospital, RS Al Aqsa, dan RS Beit Hanoun.

”Menyasar RS dan lingkungan di sekitarnya adalah tindakan yang sangat tidak bisa diterima dan merupakan pelanggaran Hukum Kemanusiaan Internasional yang serius,” ujar Tommaso Fabbri, Kepala Misi MSF di wilayah Palestina.

”Apapun keadaannya, fasilitas kesehatan dan staf medis harus dilindungi dan dihormati. Namun, kini di Gaza, RS tidak lagi menjadi tempat berlindung sebagaimana seharusnya,” lanjut Fabbri dalam kabar tertulis yang dikirim MSF ke VIVAnews hari ini.

Satu jam setelah RS Al Shifa diserang, sebuah roket menghantam kamp pengungsi Shati. Mereka yang cedera – sebagian besar anak-anak – dibawa ke Al Shifa. “Dua pertiga korban cedera yang saya lihat tiba di RS Al Shifa adalah anak-anak,” ujar Michele Beck, penasihat medis MSF di Gaza.

Di Jalur Gaza, 1,8 juta orang, termasuk lebih dari 160.000 penduduk terlantar, tinggal di lahan yang sempit dan padat penduduk. ”Penduduk Gaza terkepung oleh laut dan perbatasan yang tertutup,” ujar says Marie-Noëlle Rodrigue, direktur operasional MSF.

Produksi Tembakau Sintetis, Remaja di Tangerang Ditangkap Polisi

“Ketika tentara Israel memerintahkan penduduk sipil untuk evakuasi dari rumah dan permukiman, mereka bisa pergi ke mana? Penduduk Gaza tidak punya kebebasan untuk bergerak dan tidak bisa mencari perlindungan di luar Gaza. Mereka terperangkap,” lanjut dia

Bagi organisasi medis dan kemanusiaan di Gaza, seperti MSF, bekerja dan bergerak adalah tindakan yang sangat sulit dan berbahaya. Dalam tiga minggu terakhir, petugas ambulans dan paramedis dari Bulan Sabit Merah terbunuh dan terluka.

Pada tanggal 20 Juli, ada serangan udara beberapa ratus meter dari kendaraan yang jelas-jelas ditandai sebagai kendaraan MSF. Pada hari yang sama, sebuah misil jatuh – meski gagal meledak – sekitar 10 meter dari sebuah tenda MSF yang didirikan di pekarangan RS Nasser, di bagian selatan Gaza.

Dalam tiga minggu terakhir, tim MSF baru bisa mencapai RS Nasser dua kali. MSF terpaksa menunda aktivitas bedah di RS, padahal kebutuhan medis sangat tinggi di daerah yang dihantam serangan ini, di mana sebagian besar korban yang terluka adalah perempuan dan anak-anak.

“Kami memiliki tim bedah yang siap bekerja di RS Nasser, namun tanpa keamanan yang jelas dan bisa diandalkan dari kedua pihak yang terlibat dalam konflik, kami tidak bisa mengambil risiko mengirim mereka,” ujar Nicolas Palarus, koordinator proyek MSF di Gaza.

Orang Tua Pratama Arhan Langsung Sholat Dhuha dan Doakan Indonesia ke Final

Tugas sulit

Bagi organisasi bantuan, membawa masuk staf dan persediaan medis ke dalam Gaza sangat sulit. Penyeberangan Rafah, dari Mesir, dan penyeberangan Erez serta Kerem Shalom, dari Israel dibuka sebagian, namun ada risiko pengeboman dan  collateral damage atau kehancuran yang tidak seharusnya terjadi. ”Penduduk tersandera, dan nyaris tak ada apapun atau apapun yang bisa keluar masuk,” ujar Marie-Noëlle Rodrigue.

Karena serangan artileri yang intens, korban sakit dan luka-luka juga kesulitan menjangkau RS. Setengah dari pusat kesehatan Gaza tidak berfungsi. Di kota Gaza, rumah bagi 800.000 orang, hanya empat dari 15 pusat kesehatan yang buka.

“Di luar persoalan darurat, kebutuhan medis dasar dan layanan kehamilan serta penanganan penyakit-penyakit kronis, dan akses mendapatkan air minum dan makanan, tidak tersedia,” ungkap Nicolas Palarus.

MSF merespons keadaan darurat saat ini dengan membantu RS Al Shifa di kota Gaza dengan tim bedah lengkap dan peralatan medis darurat. MSF telah mendonasikan stok kebutuhan darurat untuk farmasi pusat yang melayani jalur Gaza bagian utara dan selatan.

Klinik pasca-bedah MSF di Gaza bekerja dalam kapasitas 10-30 persen dari biasanya karena intensitas pengeboman yang menghambat kedatangan pasien. Aktivitas reguler MSF di RS Nasser di Khan Younis terhambat karena konflik ini.

MSF telah bekerja di Gaza selama lebih dari 10 tahun, menyediakan layanan medis, bedah, dan psikologis. Organisasi ini juga merespons keadaan darurat tahun 2009 dan 2012 di Gaza.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya