Dari Bali, PBB Sebarkan Pesan Perdamaian dan Toleransi

Sekjen PBB, Ban Ki-moon berbincang bersama Presiden SBY di Nusa Dua, Bali
Sumber :
  • Akun Twitter Istana Negara
VIVAnews - Forum global Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Aliansi Peradaban (UNAOC) resmi ditutup pada Sabtu, 30 Agustus 2014 di Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC). Dihadiri perwakilan tinggi UNAOC, Nassir Abdulaziz Al-Nasser dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, sebanyak 1.411 peserta dari 95 negara dan organisasi internasional sepakat menyampaikan pesan toleransi dan perdamaian melalui Deklarasi Bali. 
Anak Buah SYL Video Call Bahas 'Orang KPK' dan 'Ketua': Siapin Dolar Nanti Kami Atur

Dalam deklarasi tersebut terdapat 20 butir pernyataan damai dan pesan toleransi dari para delegasi. Dua poin di antaranya mengakui adanya keragaman dan sifat budaya di dunia yang dapat berkontribusi terhadap kelanjutan pembangunan. Sementara, di poin selanjutnya tertulis, penekanan hubungan antara nilai dan tujuan aliansi peradaban dengan proses demokrasi. 
5 Fakta Mengerikan Jelang Duel Brighton vs Manchester City di Premier League

Ditemui usai penutupan acara, Al-Nasser mengaku salut pada Indonesia yang telah sukses menyelenggarakan forum ini. Tema yang dipilih oleh Indonesia bertajuk "Unity in Diversity: Celebrating Diversity for Common Shared Values" dianggap Al-Nasser sukses tercermin melalui forum ini.
Ngeri! Penampakan Angin Puting Beliung 'Hadang' Nelayan di Perairan Madura

"Tidak diragukan lagi, Indonesia telah menciptakan atmosfer positif bagi kita semua untuk bekerja dalam harmonis. Kita terinspirasi oleh tema itu dan suasananya yang sangat sehat dan mendorong untuk mencari dunia yang lebih baik," kata Nasser. 

Sementara sebagai tuan rumah, Marty mengatakan pertemuan UNAOC tahun ini sangat unik. Sebab, dibandingkan pertemuan sebelumnya sempat dia hadiri, para peserta bisa merasakan secara langsung suasana keragaman Indonesia. 

"Inilah yang betul-betul mencerimkan keragaman pada praktiknya. Pelaksanaan kegiatan tahun ini, tidak hanya dilakukan di ruang konferensi, tetapi para peserta juga dibawa untuk mempraktikan secara langsung nilai keragaman itu," ujar Marty. 

Mantan juru bicara Departemen Luar Negeri itu  kemudian mengutip pernyataan Presiden SBY yang disampaikan pada Jumat 29 Agustus 2014. Marty mengatakan melalui forum semacam ini, bisa disampaikan bahwa dialog diperlukan untuk meningkatkan pemahaman. 

"Namun, dialog semacam ini tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak yang sudah berpandangan sama, namun juga harus bisa inklusif, merangkul kelompok-kelompok yang juga memiliki pandangan berbeda. Justru di situ nilai tambahnya," kata dia. 

Bhineka Tunggal Ika

Sementara untuk pemilihan tema, ungkap Marty, telah sesuai dengan kondisi yang menggambarkan Indonesia saat ini. Sebab, semangat persatuan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berlaku di Indonesia, kata dia, tidak dicapai melalui cara-cara yang supresif. Melainkan, melalui upaya demokratis. 

Dalam kesempatan itu, Marty turut mengklarifikasi forum tersebut bukan untuk menjembatani antara Islam dengan dunia barat. 

"Tidak ada istilah antara Islam dengan dunia barat. Yang ada, yakni jembatan antara ekstrimisme dengan moderasi, karena sikap ekstrim dan tidak toleran bisa ditemukan di semua peradaban dan agama," ujar Marty. 

Melalui forum UNAOC, imbuh Marty, paling tidak setiap negara memiliki kesempatan untuk melawan sikap tersebut.

Setelah Indonesia, Azerbaijan menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah forum serupa di tahun 2015. (ita)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya