PM Inggris Bersumpah Buru Pembunuh David Haines

PM Inggris David Cameron
Sumber :
  • REUTERS/Olivia Harris
VIVAnews - Perdana Menteri Inggris, David Cameron, bersumpah akan memburu dan menangkap pembunuh salah seorang warganya, David Haines yang dieksekusi oleh kelompok militan Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS). Pria berusia 44 tahun itu dieksekusi dengan cara dipenggal dan direkam dalam sebuah video berdurasi dua menit lebih dan diberi judul "A Message to the Allies of America". 
4 Alasan Kenapa Vietnam Asyik Banget Buat Solo Traveling

Stasiun berita Al Jazeera, Minggu, 14 September 2014 komentar Cameron itu dilontarkan usai dia menggelar rapat darurat dengan beberapa penasihat keamanannya untuk merespon video eksekusi Haines. Sebelumnya, Cameron telah memastikan melalui akun Twitter, video pemenggalan Haines asli. 
Nekat Selundupkan Sabu di Sepatu, Pengunjung Rutan di Tangerang Ditangkap

Cameron mengaku terkejut ISIS mengeksekusi warganya yang justru tengah bekerja sebagai pekerja kemanusiaan di Suriah. 
Charly Van Houten dan Muhammad Daud Kolaborasi dalam Lagu Tulang Rusuk

"David telah dibunuh dengan cara yang paling brutal oleh sebuah organisasi yang merupakan perwujudan setan," tegas Cameron. 

Dia menambahkan, fakta seorang pekerja kemanusiaan bahkan ikut diculik, ditahan dan secara brutal dibunuh oleh ISIS, kian menguatkan pencitraan kelompok macam apa ISIS itu. 

"Mereka membunuh dan membantai ribuan orang, Muslim, kaum Kristiani, dan minoritas di Irak dan Suriah. Mereka malah membanggakan kebrutalan mereka. Mereka mengklaim melakukan itu semua atas nama Islam. Itu omong kosong. Islam adalah sebuah agama yang mengajarkan perdamaian," imbuh Cameron. 

Bahkan, dia menegaskan anggota ISIS bukanlah seorang Muslim, melainkan monster.

Oleh sebab itu, dia mengatakan, Inggris sudah tidak bisa lagi mengabaikan ancaman ISIS dan akan terus menggalang dukungan koalisi internasional untuk melawan kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ini. 

"Kami akan melakukan apa pun yang kami mampu untuk memburu para pembunuh ini dan memastikan, mereka akan diadili dan diberi hukuman setimpal tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan," ujarnya. 

Dalam pidatonya, Cameron turut memaparkan lima strategi Inggris untuk melawan ISIS. Pertama, Pemerintah Inggris akan bekerja sama dengan Pemerintah Irak untuk memastikan mereka mewakili semua kepentingan warganya dan mendukung pemerintahan regional Kurdi yang telah menerima amunisi dan pelatihan dari Inggris. 

"Kedua, bekerja dengan PBB untuk memobilisasi dukungan yang paling luas sekalipun untuk melumpuhkan ISIS. Ketiga, mendukung aksi militer langsung yang dilakukan oleh AS, yang saat ini tengah melakukan kampanye serangan udara," papar Cameron. 

Keempat, lanjut dia, terus mendistribusikan bantuan kemanusiaan kepada jutaan warga yang kabur karena takut terhadap ancaman ISIS. Terakhir, kelima, mempertahankan dan melanjutkan untuk memberlakukan kebijakan anti teror di dalam negeri Inggris. 

Hingga saat ini, Cameron masih belum menentukan apakah turut serta dalam mengirim jet tempur untuk melakukan serangan udara ke Irak seperti yang ditempuh AS. Dia hanya menekankan bahwa intervensi negara barat harus melalui persetujuan kepala negara yang bersangkutan. 

Dalam analisa Koresponden Keamanan BBC, Frank Gardner, eksekusi terhadap warga negara barat, membuktikan para jihadis ISIS tengah marah dan frustasi. Keinginan mereka untuk memperluas teritori kekuasaannya menemui tembok penghalang, setelah AS melakukan serangan udara dan memasok peralatan militer bagi pasukan Peshmerga dari Kurdi. 

"Mereka menyadari tidak memiliki kemampuan untuk menembak jatuh jet tempur Amerika F/A18 jet. Sehingga, mereka memilih cara lain dengan menggunakan medium informasi publik yakni eksekusi warga mereka," papar Gardner. 

Menghadapi hal ini, maka Cameron dihadapkan pada tiga pilihan. Pertama, mundur dan tidak ikut melawan ISIS secara langsung. Kedua, melanjutkan kebijakan sebelumnya, memasok senjata, amunisi dan pelatihan kepada tentara Kurdi untuk melawan ISIS dan ketiga, menambah peranan militer Inggris, yang sepertinya sulit dihindari. 

Haines diculik di Suriah pada Maret 2013. Lahir di Holderness, Yorkshire Timur, dia belajar di Perth dan tinggal di Kroasia dengan istri keduanya. 

Saat itu, dia tengah mengemban tugas sebagai pekerja kemanusiaan di organisasi Prancis, Agency for Technical Cooperation and Development (Acted). Fokus dari organisasi itu membantu mendistribusikan air, makanan dan tenda bagi para pengungsi di utara Suriah.

"Dia sangat bahagia bisa berangkat ke sana. Melihat kondisi di mana dia dapat membantu orang yang tengah kesulitan, membuat dia merasa puas," ungkap kakak David, Mike Haines ketika diwawancarai BBC
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya