BDF Jadi Ajang Forum Internasional Terakhir SBY

Bali Democracy Forum VI di Nusa Dua, Bali.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVAnews - Forum Bali Demokrasi (BDF) kembali digelar pada tahun ini. BDF kali ini memiliki makna spesial, karena menjadi kegiatan internasional terakhir yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di era kepemimpinannya. 
Saham Berdividen, Pilihan Terbaik untuk Investor Konservatif

Demikian ungkap Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (IDP) Kementerian Luar Negeri, Esti Andayani, ketika memberikan pemaparan mengenai persiapan BDF di Cikini, Jakarta Pusat, pada Selasa, 16 September 2014. Pada BDF tahun ini, Indonesia mengangkat tema "Perkembangan Arsitektur Demokratik Regional: tantangan pembangunan politik, partisipasi publik, dan perkembangan ekonomi-sosial di abad ke-21". 
Generasi Muda Harus Cerdas Finansial Dalam Menabung dan Kelola Keuangan

"BDF kali ini merupakan rangkuman dari kegiatan di tahun-tahun sebelumnya. Hal itu bisa terlihat dari tema yang kami pilih," papar Esti. 
Kondisi Tragis di Gaza, FYP Minta Yordania-Mesir Buka Perbatasan untuk Bantuan Kemanusiaan

Sejauh ini, terdapat tiga kepala negara yang memastikan hadir. Mereka, papar Esti, terdiri dari Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah, dan Presiden Filipina, Benigno Aquino. Tahun ini, Filipina merupakan ketua bersama BDF dengan Indonesia. 

"Kemenlu sudah menyebar undangan ke-51 negara. Acara ini juga akan dihadiri oleh 68 delegasi dari 64 negara di kawasan di luar Asia Pasifik dan empat organisasi internasional," kata Esti.

Selain itu terdapat lima Menteri Luar Negeri yang sudah memastikan hadir. Namun, Kemenlu tidak merinci negara asal karena, mereka baru melakukan konfirmasi melalui pihak Kedutaan Besarnya. 

Ketika ditanya kemungkinan presiden terpilih Joko Widodo ikut menghadiri acara ini, Esti mengaku belum mengetahuinya. 

"Belum ada undangan yang disampaikan kepada Beliau, karena yang mengurusi kan istana," ujar Esti. 

Kegiatan ini, menjadi salah satu acara tahunan khas yang dimulai ketika era pemerintahan Presiden SBY. Sehingga, memunculkan tanda tanya apakah ketika Jokowi memimpin kegiatan serupa akan dilanjutkan di tahun 2015. 

Namun, Esti berharap Jokowi tetap melanjutkan BDF tahun depan. 

"Menurut saya, pemerintahan kali ini terlihat lebih arif. Contohnya dengan membuat tim transisi dan berkomunikasi dengan pemerintahan yang lama. Dari situ terlihat sesuatu yang baik akan tetap dipertahankan, sementara yang buruk dibuang," imbuh Esti. 

Banyak negara yang mengaku memperoleh manfaat dari BDF. Dua di antaranya, ujar Esti, adalah Fiji dan Myanmar. 

"Bukan berarti, Myanmar kemudian menjadi membuka diri setelah menghadiri BDF. Proses itu sudah dilalui panjang, salah satunya melalui mekanisme ASEAN. Tapi BDF turut berkontribusi," kata mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia itu.

Hal serupa juga diungkap oleh juru bicara Presiden SBY bidang hubungan luar negeri, Teuku Faizasyah, yang dihubungi melalui VIVAnews hari ini. Menurut pria yang akrab disapa Faiza itu, kelanjutan forum tersebut di tahun depan tentu dilihat dari kebutuhan pemerintahan terpilih. 

"Namun, kita bisa melihat bahwa BDF menjadi satu-satunya forum yang bersifat inklusif di kawasan Asia Pasifik untuk saling berbagi mengenai demokrasi. Banyak negara yang mengakui forum ini membawa kontribusi positif," ujar Faiza. 

BDF digagas oleh Indonesi tahun 2008 silam. Forum ini digelar setiap tahun dan menjadi acara antar pemerintah yang dilakukan secara terbuka untuk membahas mengenai pembangunan demokrasi di kawasan Asia Pasifik. Forum ini bertujuan untuk mempromosikan dan membangun kerjasama internasional dan regional di bidang perdamaian dan demokrasi melalui dialog yang bersifat saling berbagi pengalaman. Dialog dilakukan dengan prinsip kesetaraan, saling menghormati dan memahami, dengan partisipasi dari negara peserta.

BDF terbesar diadakan pada tahun 2011 silam ketika 11 negara memastikan diri hadir dalam forum tersebut. Beberapa di antara mereka yaitu Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, mantan Perdana Menteri Turki, Turki Reccep Tayip Erdogan, mantan Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak, dan mantan PM Australia, Julia Gillard. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya