Pakar Ragukan Efektivitas Kesepakatan Kabut Asap ASEAN

Asap di Padang Sumatera Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVAnews - Pakar hukum asal Singapura dari Institut Urusan Internasional Singapura, Simon Tay, meragukan efektivitas kesepakatan mengenai kabut asap (Transboundary Haze Bill) yang akhirnya disahkan oleh DPR pada Selasa kemarin. Menurut dia, yang terpenting dalam kesepakatan itu adalah penerapannya di lapangan. 
Sedang Tersandung Kasus Penyalahgunaan Narkoba, Ammar Zoni Ungkap Doa untuk Anak dan Kelurga

Stasiun berita Channel News Asia, Rabu 17 September 2014 melansir kekhawatiran Simon beralasan karena di tingkat regional kesepakatan itu tidak memiliki penalti tertentu.
Tarisland Superstars: Kemegahan dan Antisipasi di Puncaknya

"Aturan itu, jika hanya sebatas di atas kertas, maka itu tidak bermakna apa pun. Hukum itu harus ditegakkan di lapangan. Apa yang sedang kita semua nantikan yakni apakah para pejabat akan benar-benar memberlakukan hukum tersebut di masing-masing negara," ungkap Simon. 
Sopir Truk Penyebab Kecelakaan di GT Halim Terancam 4 Tahun Bui

Sementara pengacara dari Rajah & Tann Singapore, Paul Tan, menyebut dalam kesepakatan itu tidak merinci secara spesifik kewajiban khusus yang harus dilakukan oleh masing-masing negara anggota ASEAN. 

"Aturan itu hanya harus memberikan kerangka dan infrastruktur bahwa setiap negara harus bekerja dengan negara lainnya. Jadi, ini semua tergantung kepada negara anggota untuk menyatakan apa yang mereka inginkan dan bagaimana pendekatan yang mereka pilih untuk mengatasi masalah itu," papar Paul.

Dia pun menyadari, kesepakatan itu tidak menyebut secara khusus hukuman bagi negara anggota yang membandel. 

"Mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih yakni dengan resolusi damai. Contohnya, jika timbul masalah antara satu negara anggota dengan negara lainnya mengenai implementasi kesepakatan tersebut, maka mereka harus melalui negosiasi dan konsultasi lebih dulu," imbuh Paul. 

Berdasarkan kesepakatan itu, Indonesia juga harus lebih transparan dalam berbagi informasi. Hal itu termasuk menyediakan pencitraan satelit yang dapat menunjukkan titik mana yang terbakar dan siapa yang memiliki area tersebut. 

Indonesia akhirnya menandatangani kesepakatan itu setelah 12 tahun lamanya tertahan. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya