Hapus Ideologi Militan, SBY Usulkan Program Deradikalisasi

Presiden SBY ketika memberikan pidato di West Point, Amerika Serikat
Sumber :
VIVAnews - Pemerintah Amerika Serikat memilih untuk melancarkan serangan udara di Irak demi melumpuhkan basis kelompok Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS). Namun, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menilai strategi perang saja tidak akan cukup membuat para pengikut kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu berhenti membuat teror. 
Tepis Teori Konspirasi, Kate Middleton Terlihat Sehat dan Bahagia di Foto terbaru

Demikian ungkap SBY ketika berpidato di hadapan taruna militer di West Point, bagian utara New York, AS pada Senin, 22 September 2014. SBY menilai untuk mengatasi aksi terorisme, justru dibutuhkan berbagai pendekatan. 
Daftar Harga Pangan 19 Maret 2024: Beras hingga Cabai Kompak Naik

"Kita justru juga perlu mengaplikasikan kekuatan bersifat lembut atau cerdas, namun dalam dosis dan bentuk berbeda. Sebagai contoh, ISIS bisa dikalahkan melalui jalur militer. Namun setelah itu perlu langkah berkelanjutan agar generasi selanjutnya tidak ikut mengadopsi paham tersebut," papar SBY. 
Dukung Hak Palestina, China Jalin Hubungan Erat dengan Hamas

Tugas itu, lanjut SBY, bukan lagi kewenangan para pejabat militer, melainkan tugas politisi, diplomat, para pemimpin religi dan masyarakat sipil. Dia mencontohkan, di Indonesia, diberlakukan program deradikalisasi dan diskusi di antara para pemimpin agama mengenai keyakinan moderat. 

"Tujuannya untuk mengikis pola pikir ekstrimisme yang ada di dalam pikiran mereka," kata SBY. 

Dalam kesempatan itu, SBY turut menyinggung tantangan baru yang dihadapi oleh anggota militer di lapangan. Selain anggota kelompok terorisme, mereka juga diharuskan siap mengantisipasi warga sipil yang bersedia untuk menjadi pengebom bunuh diri. 

"Apakah pasukan konvensional di negara asal atau di luar negeri, siap untuk menghadapi itu? Karena, para pelaku merupakan orang-orang terpelajar dan berasal dari kalangan mampu dibandingkan dengan warga pada umumnya," kata SBY. 

Alutsista yang modern, lanjut SBY, tidak menjamin mereka bisa menang di medan perang. 

"Inilah yang kami hadapi di Indonesia, ketika teknologi maju yang kami miliki tidak bisa membantu meraih kemenangan. Hal itu, karena kelompok itu kerap menggunakan medan yang sulit dan terjal untuk melawan pasukan kami," imbuh dia. 

Menurut data terbaru dari Badan Intelijen AS (CIA) yang dikutip stasiun berita Al Jazeera 12 September lalu, terdapat antara 20 ribu hingga 31.500 pasukan ISIS. Angka itu lebih besar dibandingkan dugaan sebelumnya yakni 10 ribu pasukan. 

Menurut data pejabat intelijen AS, sebanyak 15 ribu pasukan di antaranya berasal dari luar Irak dan kini bermukim di Suriah. Sementara, 2.000 pasukan di antaranya berasal dari negara-negara barat. 

Mereka ini lah yang dikhawatirkan akan kembali ke negara asal untuk menebar teror di Eropa atau AS ketika pulang. 

Menurut laman resmi Sekretariat Kabinet, pidato SBY itu disampaikan di tengah-tengah agendanya menghadiri Sidang Majelis Umum PBB. Total terdapat 800 kadet dan 300 perwira AS yang menyaksikan pidato tersebut. 

SBY menjadi Presiden RI pertama yang mendapat kehormatan untuk berpidato di Akademi Militer tertua di AS itu. (ita)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya