Serangan AS Jadi Masalah Bagi Pemberontak Suriah

Pejuang FSA sedang melihat ponselnya di atas tank di Hama, Suriah.
Sumber :
  • REUTERS/Khalil Ashawi

VIVAnews - Serangan udara Amerika Serikat (AS) atas militan ISIS di Suriah menjadi masalah bagi kelompok pemberontak Suriah.

Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Pemberontak yang didukung Barat mengaku mendapat kecaman dari warga Suriah yang marah, karena serangan udara AS telah mengakibatkan jatuhnya korban dari warga sipil.

"Ada kemarahan terhadap kami," kata Ahmed al-Seoud, pemimpin Divisi ke-13 Tentara Pembebasan Suriah (FSA) yang dikutip Reuters, Selasa, 30 September.

ISIS Klaim Rampas Senjata Milik Tentara AS

Hal itu disebut akan mempersulit rencana Washington menjadikan kelompok pemberontak sebagai pasukan darat untuk melawan ISIS.

AS mendefinisikan FSA sebagai kelompok pemberontak "moderat" yang tidak terafiliasi dengan faksi militan Islam.

Militer Mesir Klaim Tewaskan Pentolan ISIS di Sinai

Selama ini FSA mendapat dukungan dana dan senjata dari AS dan negara-negara Barat dalam upaya menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Namun kehadiran ISIS menjadikan masalah di Suriah semakin kompleks, Kongres AS telah menyetujui rencana Obama melawan ISIS di Irak dan Suriah.

Rencana Obama termasuk anggaran dana untuk melatih FSA serta bantuan senjata, berharap FSA akan dapat diandalkan sebagai pasukan darat melawan ISIS.

Divisi ke-13 FSA terdiri dari 1.700 militan yang disebut masih membutuhkan peralatan, mulai dari sepatu bot hingga senjata, walau selama ini mereka telah menerima kucuran bantuan.

"Posisi kami yang didukung Barat, artinya orang-orang melihat kami mendukung serangan udara," kata Seoud. "Kami mendukung serangan udara, tapi terhadao ISIS dan pemerintah Suriah," tambahnya.

AS mengatakan tengah menyelidiki laporan jatuhnya korban sipil akibat serangan udara, dan telah melakukan langkah-langkah untuk mencegahnya.

Demonstrasi terjadi di sejumlah kawasan Suriah yang dikuasai FSA, pekan lalu. Washington mengatakan tidak akan bekerjasama dengan pemerintah Suriah, namun serangan udara AS dituding mengenai sasaran yang juga menjadi sasaran pemerintah Suriah.

Bertempur melawan pemerintah Suriah dan ISIS sekaligus, membuat pemberontak kehilangan semangat melanjutkan peperangan, kecuali ada jaminan bahwa pemerintah Suriah tidak akan menyerang saat mereka berhasil merebut wilayah dari ISIS.

"Saat ini tidak ada keuntungan bagi kami melawan ISIS, hanya karena beberapa rudal Tomahawk diluncurkan pada mereka," kata Abu Abdo Salabman dari unit tentara Mujahidin yang terafiliasi dengan FSA.

Tentara Mujahidin dibentuk dengan menggabungkan delapan faksi pemberontak, dengan anggota mencapai 7.000 militan.

Abu menegaskan bahwa Washington tidak akan dapat memobilisasi sekutu di darat, tanpa rencana lengkap terhadap ISIS dan pemerintah Suriah.

Saat ini badan intelijen AS, CIA, telah memberikan latihan militer bagi FSA. Namun untuk menjalankan rencana melatih ribuan pemberontak lainnya akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Strategi AS melawan ISIS termasuk pelatihan 5.000 pemberontak pada tahun pertama program, dan Arab Saudi telah menawarkan diri sebagai tuan rumah pelatihan.

Kepala Staf Gabungan Militer AS, Jenderal Martin Dempsey, mengatakan butuh 12.000-15.000 orang pemberontak untuk menguasai wilayah yang dikuasai ISIS di Suriah.

Pemimpin unit Hazzm, Abu Abdullah, mengatakan 5.000 orang pasukan yang dimilikinya mendapat gaji USD 100 per bulan, tapi masih kekurangan persenjataan.

"Hazzm dilihat mendapat dukungan AS, tapi dukungan yang didapatnya tidak merefleksikan itu," kata Abu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya