Hari Nasional China di Hong Kong Berlangsung Damai

Demonstran Hong Kong menyaksikan upacara pengibaran bendera, 1 Oktober.
Sumber :
  • REUTERS/Carlos Barria

VIVAnews - Ribuan pengunjuk rasa pro-demokrasi Hong Kong masih bertahan, Rabu, 1 Oktober 2014, saat China merayakan Hari Nasional ke-65. Belum ada tanda mengendurnya semangat, lima hari sejak demonstrasi dimulai, akhir pekan lalu.

Badai Nida Hantam Hong Kong dengan Kecepatan 100 Km/Jam

Muncul rumor akan adanya reaksi dari polisi untuk membubarkan massa protes, Selasa, 30 September, jelang perayaan Hari Nasional yang disebut akan turut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi dari Beijing.

Namun, pada Selasa malam hingga Rabu pagi yang disertai dengan hujan deras dan petir, Reuters dalam laporan menyebut polisi yang mengenakan jas hujan dan topi terlihat hanya berjaga dengan pasif. Sementara itu, para pengunjuk rasa coba mencari tempat berteduh di sisi jalan.

Kota-kota Tujuan Wisata Terpopuler 2015, RI Urutan Berapa ?

Rabu pagi, pemrotes bangun dengan langit yang cerah. Belum terlihat pengerahan polisi anti huru-hara seperti yang dikhawatirkan. Sebelumnya, polisi menggunakan gas air mata, semprotan merica dan tongkat untuk membubarkan aksi protes, Minggu, 28 September.

Tidak terlihat ketegangan antara polisi dan pengunjuk rasa, sejak pemerintah Hong Kong menarik polisi anti huru-hara, Senin, 29 September. Aksi protes, Rabu, juga terjadi di Tsim Sha Tsui, salah satu area perbelanjaan terpopuler terutama saat libur Hari Nasional.

Ini Kota Termahal di Asia

Reuters menyebut kegelisahan terjadi di antara sejumlah aktivis, jika provokasi dapat memicu kekacauan. Para mahasiswa Hong Kong telah membuat seruan di internet, agar pengunjuk rasa tidak mengganggu upacara pengibaran bendera.

Acara pengibaran bendera terlihat berjalan damai, walau sejumlah pelajar yang hadir pada upacara di Lapangan Bauhinia, mengeluarkan cemooh saat lagu nasional dimainkan. Ratusan pemrotes tampak berbaris untuk menyaksikan upacara.

Kepala Eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying berjabat tangan dengan para pendukungnya sambil mengibarkan bendera China, walau para pemrotes meneriakkan tuntutan agar dia mundur dan diberlakukannya demokrasi penuh di Hong Kong.

Solidaritas

Ratusan demonstran berkumpul di luar pertokoan mewah dan membuat barikade, Rabu pagi, sebagai antisipasi kemungkinan bentrok. Lau, seorang pensiunan berusia 56 tahun, mengaku ikut turun ke jalan dalam aksi protes pada 1980-an. Kini dia ingin melakukannya lagi untuk memperlihatkan solidaritas.

"Saya ingin melihat lebih. Orangtua kami datang ke Hong Kong untuk memperoleh kebebasan dan hukum. Protes ini adalah untuk mempertahankan sistem hukum kami yang sudah berlaku selama 160 tahun, untuk generasi mendatang," kata Lau.

China mengambil alih kekuasaan atas Hong Kong dari Inggris, pada 1997, di bawah prinsip "satu negara, dua sistem" yang memberi Hong Kong keleluasaan untuk tetap menjalankan sistem demokrasi dan ekonomi kapitalis.

Sesuai deklarasi China-Inggris, Beijing akhirnya membuka peluang diterapkannya pemilihan langsung Kepala Eksekutif Hong Kong. Pada 2007, Beijing mengatur pemilihan langsung Kepala Eksekutif pada 2017 dan pemilihan langsung Dewan Legislatif pada 2020.

Namun pada 31 Agustus lalu, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPCSC) mengeluarkan kebijakan baru yang memicu protes. Disebut bahwa pemilihan langsung dapat dilakukan, tapi dengan kandidat yang dibatasi dan harus mendapat dukungan dari Beijing.

Ribuan pelajar menggelar protes menuntut Beijing membatalkan kebijakan dan memberlakukan demokrasi penuh dalam pemilihan langsung. Leung Chun-ying, Selasa malam, mengatakan Beijing tidak akan mundur karena aksi protes.

Dia juga menyebut polisi Hong Kong mampu menjaga keamanan tanpa bantuan dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dari China daratan.

Warga China daratan yang tengah melakukan wisata di Hong Kong, memiliki beragam pandangan dalam menyikapi demonstrasi. "Untuk pertama kali dalam hidup saya merasa dekat dengan politik," kata seorang turis China berusia 29 tahun, bernama panggilan Yu.

"Ini adalah saat bersejarah bagi Hong Kong, Saya yakin sesuatu seperti ini akan terjadi di China suatu hari," ucap Yu. Sementara Lin, yang berasal dari Shenzhen, menilai tuntutan demonstran untuk pemilihan yang demokratis tidak menghormati China daratan.

Menurut Lin, para demonstran tidak menghargai banyak perkembangan yang diberikan pusat bagi Hong Kong. Wakil Direktur Komite Hubungan Internal dan Yudisial Kongres Rakyat Nasional China, Li Shenming, menulis pandangannya soal demonstrasi di media.

"Di China hari ini, menerapkan sebuah sistem pemilu satu orang satu suara, dapat menyebabkan kekacauan dengan cepat, kerusuhan dan bahkan situasi perang sipil," tulis Li Shenming di People's Daily. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya