Di KTT G20, Jokowi Sampaikan Pidato dalam Bahasa Indonesia

Perdana Menteri Australia, Tony Abbott bersalaman dengan Presiden Joko Widodo
Sumber :
  • REUTERS/David Gray
VIVAnews - KTT G20 memang telah berakhir dan resmi ditutup pada Minggu, 16 November 2014. Presiden Joko Widodo yang turut menghadiri ajang pertemuan bergengsi itu, kembali sukses menjadi perhatian publik di Australia. 
Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Khususnya ketika mengikuti pertemuan tertutup di Gedung Parlemen Brisbane, pada akhir pekan kemarin. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu diberi kesempatan untuk memaparkan pengalamannya ketika melakukan reformasi di ibukota dan Solo. 
Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Di KTT G20 ini, pria yang akrab disapa Jokowi itu menyampaikan pidato dalam Bahasa Indonesia dan diberi tajuk Tantangan Pelaksanaan Reformasi Ekonomi. Momen pertemuan G20 itu, turut dimanfaatkan oleh Jokowi untuk mengenalkan diri sebagai Presiden baru Indonesia.
Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Jokowi berkisah, memasuki arena politik, usai terpilih secara langsung sebagai Wali Kota Solo di tahun 2005 silam. Selama menjabat, dia bercerita berhasil membuat gebrakan dengan menaikkan Pendapatan Asli Daerah hingga 80 persen melalui metode pembayan pajak online.

Kenaikan dana pajak itu, lalu dimanfaatkan Jokowi untuk menertibkan dan memperbaiki prasarana kota. Dia juga mempermudah perizinan dengan membangun satu unit pelayanan khusus untuk mengurus itu.

Pengalaman memimpin Solo, kemudian dibawanya ketika terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta di tahun 2012 silam. Reformasi dimulai Jokowi dengan menerapkan sistem lelang untuk 311 jabatan lurah dan camat. 

Berikut pidato lengkap Jokowi di KTT G20, yang diperoleh VIVAnews dari rilis Istana:

Bapak Pimpinan Sidang,

Saya baru memulai tugas menjadi Presiden Indonesia kurang dari satu bulan lalu. Keikutsertaan saya yang pertama dalam forum Leaders G20 ini ingin saya manfaatkan untuk memperkenalkan diri, sekaligus berbagi pengalaman dan visi kami tentang langkah-langkah reformasi untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Tahun 2005, saya pertama kali memasuki dunia politik ketika terpilih langsung sebagai Walikota Solo di Jawa Tengah yang berpenduduk 560 ribu jiwa. Solo merupakan kota sejarah, namun saat itu kurang tertib, agak kumuh, dan rendah pendapatan daerahnya.

Untuk menertibkan dan memperbaiki prasarana kota, saya membutuhkan dana yang besar. Karenanya, yang saya lakukan adalah mentargetkan kenaikan penerimaan daerah melalui perbaikan sistem pelayanan dan pembayaran pajak.

Untuk pajak daerah, saya mengubah metode pembayaran dari cara manual ke sistim online disertai dengan peningkatan pelayanan perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel. Hasilnya adalah proses yang bersih, cepat, serta dipercaya masyarakat. Dalam kurun waktu empat tahun, Pendapatan Asli Daerah meningkat hingga 80 persen.

Kemudian untuk menertibkan kota, saya mengundang para pedagang yang sebelumnya kurang tertib berdagang di pasar tumpah. Saya membujuk dan meyakinkan mereka untuk pindah ke tempat baru yang lebih bersih, nyaman, rapih dan manusiawi. Untuk itu, saya melakukan dialog dan sosialisasi hingga lebih dari 50 kali. Hasilnya para pedagang tersebut bukan saja secara sukarela bersedia pindah, bahkan kepindahan mereka dirayakan seperti layaknya suatu pawai atau perayaan.

Reformasi lain yang saya lakukan adalah membangun unit pelayanan perijinan satu pintu untuk ijin mendirikan usaha dan seluruh perijinan yang terkait dengan itu. Saya tetapkan berapa hari seluruh ijin harus diselesaikan oleh unit itu, dan tanpa biaya.

Pendekatan serupa saya lakukan ketika terpilih menjadi Gubernur Ibu Kota Jakarta pada tahun 2012. Sebagai sebuah kota kosmopolitan yang berpenduduk 12 juta jiwa ini, strategi pemerintahan saya adalah me-revitalisasi sektor-sektor strategis yang berdampak luas kepada peningkatan kehidupan kota dan ekonomi masyarakatnya, antara lain sektor transportasi umum, penanggulangan banjir, perbaikan pasar tradisional, pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin.

Salah satu agenda pertama yang saya lakukan adalah memperkuat kualitas birokrasi. Saya harus mewujudkan pemerintahan yang berorientasi kepada “melayani masyarakat”, bukan “memerintah”. Oleh karenanya, saya memperbaiki sistem promosi pejabat daerah melalui merit-based. Saya terapkan sistem lelang terbuka untuk 311 jabatan lurah dan camat, sehingga hanya mereka yang memiliki kompetensi dan dipercaya oleh masyarakat yang terpilih menduduki posisi-posisi tersebut. Tidak ada lagi lurah yang ditunjuk karena latar belakang agama, etnis, atau suku. Mereka semua dipilih karena kompetensi dan kepercayaan masyarakat.

Berbekal pengalaman dari Solo, saya juga memperbaiki sistim pembayaran pajak daerah di DKI Jakarta dengan memperkenalkan sistim online. Hasilnya, penerimaan pajak daerah meningkat sebesar 50 persen dalam waktu satu tahun.

Melalui sistim on-line ini, saya juga mengidentifikasi secara cepat sektor-sektor potensial yang dapat saya target penerimaan pajaknya akan lebih tinggi di masa depan.

Saya juga bentuk one-stop-service perijinan daerah, untuk membuat proses berjalan sederhana, murah, dan singkat, serta transparan. Ini upaya pemerintah saya untuk meningkatkan “ease of doing business” di Jakarta, yang praktis merupakan lebih dari 50 persen perijinan nasional berada.

Keberhasilan yang saya capai saat memimpin kedua kota tersebut, Solo dan Jakarta, bukanlah karena saya membawa sebuah sistim pemerintahan baru. Saya hanya memperkenalkan pendekatan dialog dari hati ke hati langsung kepada masyarakat, yang disebut “blusukan”. Dengan cara itu, saya memperoleh masukan yang bukan saja sesuai dengan keinginan masyarakat, namun juga menghasilkan sistem dan perbaikan sistem yang lebih efisien, transparan dan akuntabel dengan memaksimalkan potensi yang ada.

Kini, pengalaman melakukan reformasi sebagai Walikota Solo dan Gubernur Jakarta tersebut akan saya bawa dan kembangkan pada tingkat nasional. 
Pertama kali yang saya lakukan sebelum membentuk Kabinet Kerja yang baru berusia 3 minggu itu adalah memberikan daftar calon menteri itu kepada Komite Penanggulangan Korupsi (KPK) untuk memperoleh klarifikasi bahwa tidak ada di antara mereka yang terindikasi atau memiliki kaitan dengan kasus yang sedang atau akan ditangani KPK. Pendekatan itu saya harapkan dapat menjaga kepercayaan rakyat Indonesia yang sudah begitu baik dan semangatnya memberikan mandat besar kepada saya memimpin mereka 5 tahun ke depan.

Dengan bekal pengalaman refomasi itu, ke depannya, saya ingin membangun demokrasi politik yang akuntabel dan dipercaya rakyat, bukan yang ditentukan dan mementingkan kelompok elit politik. Sehingga, Indonesia yang saat ini menjadi negara demokrasi langsung terbesar di dunia yang dibuktikan dengan 71 juta pemilih langsung yang mendukung saya dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, akan mampu menghasilkan pertumbuhan dan pembangunan yang didambakan masyarakat.

Beberapa agenda prioritas yang akan saya lakukan adalah:

Pertama, peningkatan daya saing nasional melalui proses penyederhanaan perijinan investasi dan membentuk layanan one-stop-service nasional. Enam bulan dari sekarang, Indonesia akan memiliki sistem perijinan investasi yang terintegrasi dan bisa diakses online.

Kedua, di bidang pajak, saya ingin meningkatkan tax ratio terhadap GDP menjadi 16 persen, dari sekarang yang masih di bawah 13 persen. Dengan perbaikan sistem perpajakan, termasuk transparansi dan sistem IT, saya optimis angka ini akan meningkat.

Ketiga, saya ingin mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak dan memindahkan alokasi subsidi tersebut untuk pembiayaan infrastruktur, yaitu pembangunan jalan, pelabuhan laut dan bandara; serta mendukung program kesejahteraan rakyat.

Keempat, saya ingin lebih banyak membangun infrastruktur sosial, yaitu pembangunan kualitas “manusia”nya. Sebgai tahap awal, saya sudah meluncurkan tiga program kesejahteraan yaitu: Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, yang akan menjadi jaminan layanan gratis untuk masyarakat miskin di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Dengan membangun sumber daya manusia yang baik, maka akan tercipta produktifitas dan daya saing nasional yang lebih tinggi.

Berbagai upaya ini akan kami laksanakan secara simultan. Ini merupakan cara kami untuk mengatasi dan menghindari ‘middle income country trap’, serta pemberantasan korupsi yang menjadi momok pembangunan Indonesia.

Di tengah-tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia beberapa tahun ini, Indonesia selama 8 tahun terakhir tumbuh rata-rata 5,8 persen. Hal itu dicapai dengan mengandalkan pertumbuhan kelompok berpendapatan menengah, yang jumlahnya sekitar 25 persen dari populasi. Agenda prioritas yang saya jalankan bukan saja akan menjaga pertumbuhan kelompok berpendapatan menengah itu, tapi justru menjadikan kelompok lainnya yang lebih besar lagi, yaitu kelompok menengah bawah dan kelompok berpendapatan rendah sebagai pilar pertumbuhan Indonesia yang akan lebih besar lagi ke depan. Pola pertumbuhan yang menyeluruh dan bertumpu kepada kelompok-kelompok yang selama ini belum memiliki akses yang cukup terhadap pembangunan, saya pandang sejalan dengan tujuan kita bersama negara-negara G20, yaitu pertumbuhan yang kuat, berkelanjutatan, seimbang dan inklusif. Itu adalah sumbangan Indonesia 5 tahun ke depan memulihkan perekonomiannya, dan pada gilirannya kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi global.

Terima kasih.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya