Kebijakan Baru Pencari Suaka Australia Jadi Beban untuk RI

Evakuasi Korban Pencari Suaka
Sumber :
  • Antara/STR
VIVAnews - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly, mengatakan Indonesia turut dibebani dengan kebijakan baru Pemerintah Australia, yang menutup akses  bagi pencari suaka.
Mensos Risma Berikan Pesan ke Konten Kreator: Tidak Usah Takut untuk Melangkah!

Setelah Juni 2014, para pencari suaka yang terdaftar di Badan Pengungsi PBB, UNHCR, Jakarta, tidak akan diberi kesempatan untuk tinggal di Australia. 
Pemerintah Harus Antisipasi Kebijakan Ekonomi-Politik Imbas Perang Iran-Israel

Kantor berita Australia, ABC News, Kamis 20 November 2014, melansir pernyataan Yasonna, yang menyebut Indonesia hanya bisa mengakomodasi 2.000 pencari suaka dan pengungsi. Sementara itu, data pada September 2014, ada sekitar 10.500 pencari suaka dan pengungsi yang mendaftar ke UNHCR di Jakarta.
Prediksi Premier League: Fulham vs Liverpool

Yasonna mengatakan bahwa kebijakan itu menjadi masalah hak asasi manusia. "Memang itu hak Australia, tetapi hal tersebut menjadi beban bagi kami," kata dia. 

Kebijakan baru Negeri Kanguru itu disampaikan Menteri Imigrasi, Scott Morrison pada Selasa kemarin. Dia menyebut, setelah 1 Juli 2014, Australia tidak akan lagi menerima pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di Indonesia.

Keputusan tersebut, dijelaskan Morrison untuk menyingkirkan gula di atas meja.

"Kami mencoba untuk menghentikan orang yang berpikir bahwa tidak masalah datang ke Indonesia dan menggunakan wilayah itu sebagai tempat untuk menunggu, agar bisa menuju ke Australia," kata Morrison. 

Sebagai negara transit, tambah dia, Indonesia kerap dimanfaatkan oleh para pelaku penyelundupan manusia. 

"Sebelumnya, kami sukses besar dalam menghentikan para pencari suaka datang ke Australia dan hal itu berlangsung selama satu tahun terakhir. Ini merupakan pengurangan yang signifikan, agar pencari suaka tersebut tidak menjejakkan kaki ke Indonesia," ujarnya.

Selama beberapa bulan terakhir, lanjut Morrison, mereka telah melihat sebuah perubahan mengenai hal itu. "Karena mereka pikir, mereka bisa transit dan menetap sementara di Indonesia, lalu berupaya mencari akses untuk berangkat ke Australia," tambah dia. 

Kebijakan ini menuai protes dan kritikan dari banyak pihak. Pengacara pengungsi dan imigrasi, David Manne, menyebut kebijakan Australia ini justru malah mempersulit hidup mereka.

"Permasalahan yang paling mendasar yaitu kebijakan tersebut, justru tidak membantu para pengungsi yang sebenarnya membutuhkan perlindungan ketika berada di wilayah kami," kata Manne. 

Malah, lanjut dia, ini merupakan kebijakan Australia lainnya yang terlihat berupaya menghilangkan tanggung jawabnya dalam melindungi para pengungsi. 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, yang ditemui media pada Rabu kemarin, menyebut Pemerintah RI telah mengetahui kebijakan baru Negeri Kanguru itu. Tene mengatakan, itu merupakan kebijakan Pemerintah Australia yang hanya diberlakukan oleh mereka.

"Namun, tentu Pemerintah Indonesia akan memonitor berbagai implikasi yang timbul dari kebijakan ini. Jika ada yang berdampak merugikan Indonesia, kami tentu akan bertindak untuk melindungi kepentingan nasional," kata Tene. 

Tene tidak menjelaskan secara rinci langkah nyata yang akan diambil, seandainya ada kepentingan Indonesia yang terancam akibat kebijakan baru tersebut.

Ini bukan kali pertama Australia memberlakukan kebijakan sepihak dalam menangani pencari suaka yang bertubi-tubi datang ke sana. Laman News Corporated melansir pada Januari tahun ini, Morrison mengaku memberlakukan kebijakan "dorong perahu" pencari suaka, ketika berupaya masuk ke wilayah Australia. 

Perahu tersebut, dicegat oleh Angkatan Laut Negeri Kanguru ke area sejauh 24 nautikal mil laut dari garis pantai terluar. Morrison mengatakan, kebijakan itu dilakukan, hanya jika dirasa aman untuk melakukan hal itu. 

Kendati Pemerintah Australia tidak pernah menyebut berapa jumlah perahu yang didorong, namun data dari otoritas Indonesia menyebut ada sekitar antara 5-10 perahu pencari suaka yang dikembalikan ke perairan Indonesia sejak Desember lalu. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya