Kemlu Yakin Ratusan Nelayan yang Ditangkap Datang dari Malaysia

Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Kementerian Luar Negeri RI memastikan sebagian besar nelayan asing yang ditangkap oleh otoritas Indonesia pada pertengahan November kemarin, berasal dari Malaysia. Menurut informasi juru bicara Kemlu, Michael Tene, mereka merupakan nelayan tradisional yang datang dari Pulau Sampurna, Sabah, Malaysia. 
10 Makanan Wajib Dihindari Jika Ingin Awet Muda Seperti Ade Rai, Nomor 2 Paling Sulit

Hal itu disampaikan Tene ketika ditemui media di Ruang Palapa, Kemlu, Jakarta Pusat, pada Kamis, 27 November 2014. Total saat ini, kata Tene, terdapat sekitar 544 nelayan asing yang telah ditangkap. 
Israel Berlakukan Keadaan Siaga di Perbatasan Lebanon, Ada Apa?

"Tim verifikasi dari Kemlu hingga saat ini masih berada di Kabupaten Berau, Kalimantan untuk memperoleh informasi mengenai kewarganegaraan nelayan yang ditangkap. Dari informasi awal yang kami terima, mereka merupakan nelayan tradisional," ungkap Tene.
Resmi, PSSI Perpanjang Kontrak Shin Tae-yong Hingga 2024

Oleh sebab itu, mereka tidak membawa dokumentasi seperti bukti kewarganegaraan atau bahkan kartu penduduk.  

"Mereka memang bergerak di laut dan berlayar dari satu lokasi ke lokasi lainnya," imbuh Tene. 

Lebih lanjut, Tene menjelaskan, informasi mengenai kewarganegaraan diperoleh setelah mewawancarai semua nelayan asing itu. Mereka, kata Tene, merujuk kegiatan utamanya berada di wilayah Malaysia. 

"Hampir semua dari ratusan nelayan tersebut berasal dari Malaysia. Walaupun ada juga yang berasal dari Filipina," imbuh dia.

Di sisi lain, Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Indonesia, Zahrain Mohamed Hashim, tidak mengakui ratusan warga asing yang ditangkap adalah orang Malaysia. Dihubungi VIVAnews beberapa waktu lalu, tanpa bukti dokumentasi kewarganegaraan, maka hal tersebut belum cukup membuktikan mereka warga negara Malaysia. 

"Mereka tidak bisa Berbahasa Melayu, tidak mengetahui apa pun mengenai Malaysia, tidak bisa menyanyikan lagu Kebangsaan Malaysia," kata Zahrain. 

Informasi itu diperolehnya, setelah mengirim pejabat dari Konsulat Jenderal Malaysia di Pontianak, Kalimantan Barat ke Berau. 

Kontradiktif

Selain itu, pernyataan Tene kontradiktif dengan nota kesepahaman yang pernah diteken Pemerintah RI dengan Malaysia di tahun 2011 lalu. Saat itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C Sutardjo, menandatangani nota kesepahaman panduan umum terkait perlakuan terhadap nelayan sesuai dengan badan penegakan hukum maritim. 

Dalam MoU itu, kedua negara sepakat membebaskan nelayan tradisional yang membawa kapal berukuran kurang dari 10 ton jika tersesat di perairan kedua negara. Selain itu, turut dicantumkan, masalah nelayan tersebut bisa diselesaikan melalui jalur diplomasi dan perundingan. 

Kedua negara, juga berkomitmen untuk menghormati profesi nelayan tradisional yang diatur di dalam UNCLOS 1982. Artinya, melalui nota kesepahaman itu, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan masalah terkait nelayan secara damai. 

MoU itu sebelumnya juga sudah sempat disinggung oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Annifah Aman ketika diklarifikasi oleh media Malaysia. Annifah mengaku tidak yakin Presiden Joko Widodo akan menenggelamkan kapal nelayan asing yang menerobos wilayah Indonesia, karena kedua negara telah meneken MoU tersebut. 

Baca:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya