Dipanggil Pulang, Dubes Grigson Kembali ke Jakarta 12 Mei?

Dubes Australia untuk Indonesia, Paul Grigson (tengah).
Sumber :
  • Kedutaan Besar Australia di Jakarta
VIVA.co.id
Menko Luhut Minta Soal Eksekusi Mati Tak Perlu Diumbar
- Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson pada Minggu malam kemarin akhirnya bertolak ke Negeri Kanguru untuk berkonsultasi dengan Menteri Luar Negeri Julie Bishop. Grigson dipanggil pulang sebagai bentuk protes dan ketidaksukaan Pemerintah Australia terhadap eksekusi mati terhadap dua gembong narkoba, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

Fokus Pembangunan, Eksekusi Mati Tahap Ketiga Ditunda

Harian Australia,
Jaksa Agung Belum Pikirkan Eksekusi Tahap 3
Sydney Morning Herald (SMH) , Senin, 4 Mei 2015 melansir Grigson akan bertemu dengan Bishop di Perth. Saat ditemui di terminal keberangkatan internasional, Grigson enggan berkomentar mengenai kepulangannya.

Namun, menurut
SMH
, kendati dipanggil pulang, Grigson akan kembali ke Jakarta pada 12 Mei 2015. Tujuannya untuk menjelaskan kepada Pemerintah Indonesia, adanya kemungkinan pemotongan bantuan asing dari Australia ke Indonesia. Setelah itu, Grigson akan kembali bertolak ke Negeri Kanguru.


Di dalam negeri Australia, ada dorongan yang begitu kuat agar pemerintah tak lagi memberikan bantuan internasional bagi Indonesia. Sementara itu, di saat yang bersamaan pada Jumat lalu, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott atau Menlu Bishop telah mengisyaratkan agar hubungan kedua negara segera pulih.


Kendati, akibat komentar yang dilontarkan itu, keduanya dikritik oleh oposisi dari Partai Buruh. Komentar Abbott dan Bishop dianggap tidak mencerminkan sikap kemanusiaan.


"Kami akan membutuhkan untuk membangun hubungan di tingkat pemerintahan dan antar warga. Saya pikir, kami perlu untuk melihat masa depan hubungan jangka panjang ini," kata Bishop.


Sementara itu, Abbott mengaku paham terhadap kemarahan publik Australia terhadap eksekusi Chan dan Sukumaran.


"Hal tersebut sangat menyedihkan bahwa hal semacam ini harus terjadi. Karena, eksekusi tergolong kejam dan tidak perlu dilakukan," ujar pemimpin Partai Liberal itu.


Dia pun melanjutkan, sangat penting agar tidak melakukan hal apa pun agar situasi yang kini ada malah memburuk. Australia perlu membangun kembali hubungannya dengan Indonesia.


"Ini merupakan negara di mana kami harus memiliki hubungan baik dan kuat. Ya, kami telah melalui hari yang begitu melelahkan dalam beberapa hari terakhir. Tetapi, saya yakin kami akan mampu membangun kembali hubungan ini," papar Abbott.


Dalam hubungan diplomatik, pemanggilan pulang dubes untuk berkonsultasi adalah hal yang biasa. Indonesia pun pernah melakukan hal serupa pada 2013, ketika telekomunikasi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani disadap oleh Badan Intelijen Australia.


Mantan Menlu Marty Natalegawa ketika itu memanggil pulang Dubes Nadjib Riphat Kesoema ke Jakarta selama 9 bulan. Baru-baru ini, Brasil dan Belanda pun turut memanggil pulang dubesnya sebagai bentuk protes terhadap eksekusi warga mereka.


Kendati begitu, sangat jarang bagi Australia memanggil pulang dubes. Menurut data, langkah serupa tidak ditempuh, ketika terjadi eksekusi mati terhadap warga mereka di Singapura dan Malaysia.


Pada 2000, Komisioner Tinggi Australia untuk Fiji, Susan Boyd, dipanggil pulang menyusul terjadinya sebuah kudeta. Mantan Menlu Alexander Downer mengatakan, Pemerintah Negeri Kanguru mengecam pemerintahan baru yang terbentuk melalui proses yang tidak demokratis di sana.


Pada 1998, Komisioner Tinggi Australia untuk India, Rob Laurie juga dipanggil pulang untuk berdiskusi mengenai sikap Australia terhadap uji coba nuklir yang dimiliki India. Pada 1995, Australia memanggil pulang dubesnya untuk Prancis, Alan Brown, untuk memprotes keputusan mantan Presiden Jacques Chirac menghidupkan kembali uji coba nuklir di Pasifik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya