Kisah WNI Muslim di Australia, Berpuasa Saat Cuaca Dingin

Foto suasana Ramadhan di Australia
Sumber :
  • KBRI Canberra
VIVA.co.id
Australia Siapkan Program 5.000 Doktor untuk Indonesia
- Warga Muslim Indonesia di Australia, kini juga tengah berpuasa di bulan Ramadhan. Kendati waktu berpuasa sama seperti umat Muslim di Indonesia, yakni 12 jam, WNI di Negeri Kanguru harus menghadapi tantangan besar, karena berpuasa di suhu udara yang sangat dingin. 

Indonesia Ajarkan Australia Cara Tangani Terorisme
Demikian ungkap Pejabat Bidang Informasi dan Kebudayaan Sosial KBRI Canberra, Marya Onny Silaban melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id pada Selasa 30 Juni 2015. Marya menjelaskan, saat ini Australia tengah memasuki musim dingin. 

Indonesia dan Australia Intensif Bicarakan Terorisme
Selama musim dingin, mulai pukul 10.00 hingga 15.00, suhu berkisar antara 10-13 derajat celsius. Sedangkan pada pukul 17.00, suhu terus mengalami penurunan hingga 7 derajat celsius. 

"Suhu akan semakin dingin di tengah malam. Ketika subuh, malah akan mencapai minus 6 derajat celsius. Pagi hari, antara jam 07.00 hingga 08.00 pagi, kabut tebal selalu menyelimuti Australia," papar Marya. 

Cuaca yang cukup ekstrim ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi WNI Muslim di sana. Sebab, di musim dingin perut cenderung lebih mudah lapar. 

Sayangnya, suasana Ramadhan di Negeri Kanguru tidak sama seperti di Indonesia. Tidak ada arak-arakan massa yang membunyikan kentongan saat mau sahur di Negeri Kanguru. 

Masyarakat Muslim di Indonesia di Canberra, mengetahui jadwal berpuasa, termasuk jadwal sahur dan berbuka dari organisasi masyarakat Muslim Indonesia yang memberikan sarana dan prasarana bagi umat Muslim.

Walaupun begitu, beberapa organisasi Muslim di Australia juga menggelar beberapa acara. Salah satunya, Australia Indonesia Muslim Family Association - Australia Capital Territory (AIMF - ACT). Beberapa kegiatan yang mereka gelar antara lain pengajian dan ceramah dijadwalkan setiap tiga bulan sekali. 

"AIMF-ACT juga bekerja sama dengan KBRI Canberra dan Dompet Dhuafa Australia, untuk mengadakan talk show dan seminar bertema 'recharge yourself, prepare for Ramadhan' yang dilaksanakan pada 12 Juni 2015. Selain itu, AIM-ACT juga menjalin hubungan baik dengan pengurus Masjid di wilayah Canberra (ACT) dan sekitarnya, sehingga masyarakat Muslim Indonesia memperoleh informasi terbaru mengenai jadwal salat dan puasa," papar Marya. 



Total WNI yang berada di Canberra hanya sekitar 960 orang. Komunitas WNI terbesar berada di Sydney dan Melbourne. 

Marya menuturkan, sebagian besar WNI yang tinggal di Canberra, merupakan kalangan profesional, pelajar, mahasiswa, dan permanent resident. KBRI Canberra juga kerap menggelar buka puasa bersama. 

"Duta RI untuk Australia, Besar Nadjib Riphat Kesoema menggelar buka puasa bersama di minggu pertama bulan Ramadhan pada 20 Juni 2015 di kediaman dinas di Wisma Indonesia. Acara itu dipadati oleh ratusan umat Muslim Indonesia," papar Marya. 

Dubes Nadjib juga mengundang masyarakat Muslim untuk berbuka puasa dan salat tarawih berjamaah setiap hari Sabtu di bulan Ramadhan di Balai Kartini KBRI Canberra. Sementara itu, untuk menu berbuka puasa, atau taj'il juga disediakan oleh masjid-masjid di Australia. 

"Untuk taj'il yang dibagikan di masjid di Canberra umumnya berupa kurma. Sementara itu, variasi taj'il lebih banyak disediakan di KBRI dan Wisma Indonesia, mulai dari kolak pisang dengan biji salak, kolang-kaling, butir mutiara, bubur sumsum, ketan hitam dan kacang hijau serta kuah gula merah dan santan," Marya menjelaskan. 

Kendati penduduk Muslim di Australia hanya berjumlah 2,2 persen, atau sekitar 477 ribu, namun penduduk non Muslim lainnya menunjukkan toleransi yang tinggi. Mereka sengaja tak makan di depan umat Muslim yang tengah berpuasa dan mengingatkan bila jam berbuka puasa telah tiba. 

"Beberapa dari mereka, bahkan ikut berpuasa walaupun terkadang hanya sanggup menjalankan ibadah puasa setengah hari. Setidaknya toleransi inilah yang membuat warga Indonesia beragama Islam menjadi lebih bersemangat menjalankan ibadah puasa," kata dia. 

Kendati begitu, berpuasa di negeri orang tetap terasa beda jika dibandingkan di Indonesia. Dini, seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan ternama di Australia, mengaku selalu rindu suara para tetangga yang dengan riuh membangunkan warga lainnya untuk segera menyantap sahur. 

Dia juga mengaku rindu suara azan yang terdengar dari masjid dan salat tarawih berjamaah di masjid. 

Puncak puasa ini akan ditutup dengan berlebaran. Di hari raya, biasanya Dubes Nadjib dan istri akan mengundang masyarakat Muslim di Canberra untuk datang dan merayakan hari Lebaran bersama di kediaman Dubes. Lebaran menjadi ajang silahturahmi bagi seluruh masyarakat Muslim Indonesia dan non-Muslim di Canberra. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya