Korsel Ingin Indonesia Ikut Dialog dengan Korut Soal Nuklir

Presiden Jokowi bersalaman dengan Presiden Korsel Park Geun-hye
Sumber :
  • REUTERS/Lee Jung-hun/Yonhap
VIVA.co.id
Korut Tembakkan Dua Rudal Jarak Pendek
- Duta Besar Korea Selatan untuk RI, Cho Taiyong, mengatakan pemerintahnya terus berupaya untuk bisa berkomunikasi dengan Korea Utara dan meminta agar berhenti membuat senjata nuklir. Sebab, jika Korut benar-benar merealisasikan ambisinya itu, maka dikhawatirkan bisa mengancam perdamaian tidak saja di kawasan Semenanjung tetapi juga dunia. 

China dan AS Siapkan Sanksi Baru Korut
Demikian ungkap Cho yang ditemui di Gedung Kedutaan Besar Korea Selatan di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Selain terus berdialog, Negeri Ginseng, ujar Cho juga terus berupaya menekan Korut agar menghentikan pengembangan senjata nuklir. 

Usir Warga Korsel, Korut Kuasai Kaesong
"Jika Korut benar-benar mewujudkan ambisi mereka untuk memiliki senjata nuklir, maka negara pertama yang terancam adalah negara tetangga yang berada di sampingnya yakni kami, Korsel. Sidang Dewan Keamanan PBB sebelumnya juga telah meminta agar Korut berhenti membuat senjata nuklir dan misil balistik jarak jauh," papar Cho. 

Dia mengatakan sulit dibayangkan jika negara tetangganya benar-benar membuat senjata tersebut. Kendati berasal dari rumpun yang sama, namun Korut tetap menganggap Korsel adalah musuh dan sekutu Amerika Serikat. 

Pemerintah Indonesia, kata Cho juga bisa ikut membantu untuk berkomunikasi dan mendorong Korut agar turut berpartisipasi dalam upaya menjaga keamanan di kawasan Semenanjung. 

"Peran lain yang penting dipegang oleh media. Bagaimana, agar media berani menuliskan fakta jika ada peristiwa yang keliru. Dengan cara demikian, bisa mengurangi salah paham di Korut sendiri," Cho menambahkan. 

Korsel kini juga masih terus mengupayakan proses unifikasi dengan Korut. Tahun ini menjadi tahun ke-70 kedua negara Korea terpisah. 

Cho menyebut belum ada jaminan kapan kedua negara Korea dapat kembali bersatu. Keseriusan Korsel direalisasikan dengan membentuk komisi persiapan unifikasi. 

"Komisi persiapan unifikasi langsung diketahui oleh Presiden, sementara Wakil Ketuanya adalah Menteri unifikasi dan ahli-ahli swasta," kata Cho. 

Upaya reunifikasi dua Korea juga telah disampaikan oleh Presiden Park Geun hye ketika berbicara dalam sambutan tahunan 2014 lalu. Ketika itu, Park mengatakan Korsel akan diuntungkan secara ekonomi jika kedua negara Korea bersatu setelah terpisah akibat perang dunia kedua. 

Sayangnya, dukungan publik Korsel agar kedua negara Korea bersatu mulai memudar. Pandangan antipati mulai bermunculan di kalangan generasi muda. 

BBC edisi tahun lalu pernah mengutip survei yang dilakukan harian Chosun Ilbo, hanya 30 persen penduduk di Negeri Ginseng yang berpendapat reunifikasi bisa menguntungkan perekonomian Korsel. Lebih dari dua pertiga penduduk di sana malah berpikir tidak ada manfaat apa pun yang langsung dirasakan oleh warga Korsel seandainya kedua Korea akhirnya bersatu. 

"Sebagian besar penduduk di Korsel belum siap untuk bersatu dengan Korut dan saya pribadi berpendapat, belum ada perlunya untuk itu," ujar seorang remaja Korsel berusia 18 tahun, Kim Jung-yoon. 

Menurut Kim, ide Pemerintah Korsel untuk menggunakan sumber daya alam di Korut dan dikombinasikan dengan teknologi maju Negeri Ginseng tak lebih dari pemikiran idealis belaka. 

"Jika reunifikasi tetap dilakukan, hal tersebut justru menjadi beban untuk Korsel," kata Kim menambahkan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya