Erdogan, Presiden Turki Terkuat Sejak Ataturk

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Presiden Joko Widodo Jokowi
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id
Erdogan Ke Kremlin, Buka Hubungan Baru dengan Rusia
- Setelah mendominasi panggung politik Turki selama lebih dari satu dekade, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan saat ini berada dalam posisi limbung, setelah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) gagal mempertahankan posisi mayoritas dalam pemilu.

Keputusan Jokowi Tolak Permintaan Erdogan Disambut Gembira

AKP yang memperoleh posisi mayoritas di parlemen sejak 2002, kini harus melakukan negosiasi untuk membentuk koalisi. Erdogan telah memperingatkan kemungkinan menggelar lagi pemilu, jika negosiasi gagal mencapai kesepakatan koalisi.
Turki Panggil Duta Besar Jerman


Kegagalan AKP dalam pemilu, sekaligus menghambat keinginan Erdogan, yang berencana menjadikan Turki menjadi negara presidensial, memindahkan semua kekuasaan pemerintahan ke tangannya, melalui perubahan konstitusi.

Setelah 11 tahun menjabat perdana menteri, Erdogan menjadi presiden Turki pertama melalui pemilihan langsung pada Agustus 2014, posisi yang selama ini hanya mendapat peran seremonial, di mana kekuasaan pemerintahan berada pada perdana menteri.

Dikutip dari laporan BBC , Senin, 3 Agustus 2015, persoalan utama yang jadi kekhawatiran para pengkritiknya adalah, tuduhan jika pemimpin berusia 61 tahun itu, sedang berusaha mengubah Turki menjadi negara Muslim konservatif.

Laman
Telegraph
menyebut, tidak berlebihan mengatakan Erdogan saat ini, adalah salah satu pemimpin dunia berkarisma. Semua pembicaraan tentang Turki, selalu merujuk pada Erdogan, yang kini mulai dibandingkan dengan Mustafa Kemal Ataturk.


Turki memiliki sejarah kudeta militer
post-modern
pada 1997, disebut begitu karena dilakukan tanpa keterlibatan langsung tentara. Selama 18 tahun kemudian, kehidupan politik Turki dapat disebut stabil.




Pada tahun-tahun pertama dominasi AKP, kubu sekuler Turki sempat bergolak dengan berbagai aksi protes, tapi kemudian berubah tenang tanpa banyak keributan. Erdogan membawa Turki maju ekonomi dan politik, memangkas kekuasaan militer dalam politik.


Polarisasi melekat pada figur Erdogan. Untuk kubu konservatif Turki, dia telah memberikan pelayanan kesehatan lebih baik, memberi tempat bagi orang Turki yang tidak terlalu sekuler di pemerintahan, serta melakukan banyak pembangunan infrastruktur.


Selama ini, belum pernah ada figur yang dapat mendominasi politik Turki begitu lama, selain Ataturk sang pendiri Turki modern. Saat ini, banyak orang, mulai dari remaja belasan tahun hingga Miss Turki, dipenjara karena ucapan mereka yang dianggap menghina Erdogan.


Secara dramatis, hal itu memperlihatkan, bagaimana Erdogan telah berada pada posisi yang sangat kuat, presiden terkuat sejak Ataturk, yang tinggal membutuhkan amendemen konstitusi, untuk meresmikan kekuasaan besar yang telah dimilikinya.


Erdogan dapat dengan mudah membungkam lawan-lawan politiknya, terutama terhadap orang-orang yang ditudingnya bagian dari jaringan ulama Islam Fethullah Gulen, mantan sekutu yang dituduh Erdogan berusaha menggulingkannya dari kekuasaan.


Tidak adanya reaksi terhadap langkah-langkah Erdogan, memperlihatkan pengaruh besar yang telah ditanamnya di eksekutif, yudikatif serta militer. Kegagalan AKP mempertahankan mayoritas dalam pemilu 7 Juni lalu, memang memperlihatkan mulai adanya perubahan.


Tapi, itu belum cukup signifikan, untuk menilai apakah Erdogan sudah mulai kehilangan pengaruh. Jika Erdogan memutuskan untuk menggelar lagi pemilu untuk memecah kebuntuan, hasilnya bisa sedikit membantu untuk memperjelas posisi Erdogan selanjutnya.




Banyak hilangnya suara AKP, disertai dengan meningkatnya popularitas Partai Demokrasi Rakyat (HDP), partai pro-Kurdi untuk pertama kalinya berhasil memperoleh suara melampaui ambang batas
(threshold)
untuk masuk parlemen.


Merujuk hal itu, maka tidak terhindarkan, jika serangan Turki terhadap Partai Pekerja Kurdi (PKK), yang berpotensi merusak proses negosiasi damai, dikaitkan dengan rencana mempercepat pemilu. Sentimen anti-Kurdi di Turki, bisa menaikkan kembali suara AKP.


Erdogan lahir pada 26 Februari 1954 di Kasimpasa, tapi menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Rize, kota di pesisir Laut Hitam Turki. Sebelum Erdogan lahir, keluarganya bermigrasi dari Batumi, Georgia.


Ayahnya bekerja sebagai penjaga pantai di Rize, hingga keluarga itu memutuskan kembali ke Istanbul. Pada masa kecilnya, Erdogan berjualan kacang, untuk membantu keuangan keluarganya.


Dia mengenyam pendidikan di SD Piyale di Kasimpasa pada 1960, kemudian Sekolah Imam Hatip di Istanbul hingga 1973. Erdogan disebut pernah menjadi seorang pemain di liga sepakbola amatir Turki antara 1969-1982.


Pada tahun terakhirnya menjabat perdana menteri, Erdogan memperlihatkan bagaimana dia masih memiliki kemampuan mengolah bola, dengan mencetak tiga gol atau
hat-trick
dalam pertandingan persahabatan dengan para artis dan penyanyi Turki di Istanbul.


Namun, sepakbola tidak banyak menarik minatnya. Erdogan segera beralih pada dunia politik saat duduk di bangku SMA, yang semakin menjadi ketika dia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Marmara.




Erdogan menikahi Emine Gulbaran pada 1978, memiliki dua putri bernama Esra dan Sumeyye, juga dua putra bernama Necmettin Bilal dan Ahmet Burak. Karier politiknya tercatat bermula saat terpilih sebagai presiden organisasi pemuda, sayap Partai Keselamatan Nasional (MSP).


Partai Islam yang sempat kuat pada 1970an itu ditutup, setelah kudeta militer 1980. Erdogan yang lulus dari jurusan administrasi bisnis pada 1981, kemudian bekerja sebagai akuntan dan manajer pada satu perusahaan swasta.


Saat universitas, dia bertemu dengan Necmettin Erbakan, PM pertama Turki dari kubu Islamis, yang mendorong Erdogan untuk memasuki jaringan politik Islamis. Selama beberapa tahun Erbakan menjadi mentor bagi Erdogan.


Tiga tahun setelah kudeta militer, Partai Kesejahteraan berdiri dan Erdogan menjadi pemimpin untuk distrik Beyoglu pada 1984. Karier politiknya terus meningkat, hingga menjadi pemimpin partai tingkat provinsi dan anggota dewan eksekutif pusat.


Namun, kekuasaan sesungguhnya baru datang pada 1994, saat Erdogan terpilih sebagai wali kota Istanbul, orang pertama dari kelompok Islamis yang dapat menduduki posisi itu. Selama menjadi wali kota, bahkan pengkritiknya mengakui keandalan Erdogan memajukan kota.


Menjadi figur dari kubu Islamis di tengah kuatnya kubu sekuler Turki, bukan hal mudah bagi Erdogan yang dihukum penjara 10 bulan pada Desember 1997, karena dituduh memicu kebencian agama, karena membacakan puisi yang ditulis Ziya Gokalp dari masa Kerajaan Islam Ottoman.


Pengadilan Turki kemudian menyatakan partainya sebagai partai terlarang, karena mengancam prinsip-prinsip Turki modern yang ditanamkan Mustafa Kemal Ataturk. Dia harus mundur dari jabatannya sebagai wali kota, untuk menjalani masa penjara antara Maret-Juli 1999.




Erdogan dan beberapa temannya, termasuk mantan presiden Turki Abdullah Gul, mendirikan AKP pada 2001, yang kemudian menjadi partai terbesar di Turki setelah memperoleh 34,3 persen suara dalam pemilu November 2002.


Namun, Erdogan tidak dapat berpartisipasi, karena statusnya sebagai mantan narapidana. Pada Maret 2003, AKP menggunakan kesuksesan mereka untuk mengamendemen konstitusi. Erdogan mengikuti pemilu sela dan berhasil memperoleh kursi.


Erdogan pun mengambil alih posisi perdana menteri dari Abdullah Gul, menjabat hingga Agustus 2014, lalu menjadi presiden pertama Turki yang terpilih lewat pemilihan langsung.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya