- REUTERS/Edgar Su
VIVA.co.id - Ribuan warga Malaysia, yang dinamakan Gerakan Bersih 4.0, bertahan berdemonstrasi untuk hari kedua menuntut pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak, pada Minggu 30 Agustus 2015.
Seruan pengunduran diri melawan PM Najib semakin kuat. Aksi demonstrasi yang sudah berlangsung dua hari ini sepertinya akan menarik lebih banyak dukungan publik Malaysia.
Dilansir Channel News Asia, para demonstran bermalam di jalan-jalan pusat kuala lumpur, setelah sehari sebelumnya melakukan unjuk rasa. Mereka ikut ambil bagian dalam demonstrasi 34 jam.
Otoritas Malaysia melaporkan jumlah demonstran mencapai sekitar 29 ribu orang pada Sabtu. Namun, pihak penyelenggara Bersih mengklaim jumlah pengunjuk rasa sepuluh kali lipat dari itu.
Aksi demonstrasi, telah memicu krisis politik dalam pemerintahan Malaysia. Najib dilaporkan menerima dana US$600 juta ke dalam akun pribadinya. Najib sudah menyangkal telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Sementara aparat keamanan melakukan penjagaan ketat, dan truk-truk anti huru hara berada di sekitar lokasi. Aksi unjuk rasa hari pertama, pada Sabtu 29 Agustus 2015, berjalan tanpa adanya laporan kekerasan.
Bersih menuntut reformasi sistem pemilihan umum untuk memastikan pemilu bebas dan bersih.
Otoritas Kuala Lumpur telah menolak izin aksi demonstrasi dari Bersih. Otoritas mengkhawatirkan aksi unjuk rasa 2012 terulang kembali. Ketika itu unjuk rasa berakhir rusuh dengan kepolisian Malaysia melempar gas air mata dan meriam air untuk membubarkan demonstrasi.
Pemerintah memblokir akses ke situs Bersih dan melarang penggunaan kaos hijau, yang menjadi tanda gerakan Bersih.
Berbeda dengan unjuk rasa 2012, demonstrasi saat ini, kurang dukungan dari warga etnis Melayu. Mayoritas demonstran Bersih adalah etnis China dan India.
"Ada banyak warga China di sini, tapi ada juga Melayu dan India. Kami adalah warga Malaysia. Kami semua di sini mendukung Malaysia dan membuat sebuah perubahan," kata seorang mahasiswa berusia 22 tahun yang ikut berdemonstrasi seperti dilansir Channel News Asia. (ren)