Spanyol Keluarkan Surat Penahanan untuk PM Israel

Bendara Israel dan PM Israel Benjamin Netanyahu.
Sumber :
  • Reuters/Ronen Zvulun

VIVA.co.id - Pengadilan di Spanyol mengeluarkan surat penahanan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tujuh mantan pejabat dan otoritas berwenang di Israel yang kini masih berada di jajaran pemerintahan.

Antara Dukungan dan Keberlanjutan Ekonomi Lokal

Sesuai dengan surat penahanan itu, jika salah satu di antara mereka berani menjejakkan kaki di Spanyol, maka otoritas berwenang berhak untuk menangkap. 

Dikutip dari laman International Business Times (IBT), Kamis, 19 November 2015, surat penahanan itu dikeluarkan terkait dengan kasus penyerangan yang dilakukan pasukan militer Israel (IDF) terhadap kapal Mavi Marmara pada 2010. 
Dewan Keamanan PBB yang Gagal dalam Menjamin Perdamaian Dunia

Kapal tersebut merupakan bagian dari armada bernama Flotilla Freedom yang membawa bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza. Kapal berlayar dari Istanbul dan Yunani menuju ke Gaza, Palestina.
Kegagalan Hukum Internasional dalam Menghadapi Kejahatan Perang Israel

Israel diketahui memblokade jalur menuju ke Gaza, sehingga warga sulit memperoleh makanan. Dalam aksi penyerangan yang dilakukan IDF telah menewaskan 10 aktivis. 

"Kami menganggap perintah itu hanya sebuah provokasi. Kami tengah bekerja sama dengan otoritas Spanyol untuk membatalkan surat penangkapan tersebut. Kami berharap, isu ini bisa segera berakhir," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Avigdor Nachshon kepada harian Jerusalem Post

Selain Netanyahu, pejabat lain yang kemungkinan bisa ditahan termasuk mantan Menlu, Avigdor Liberman, mantan dan Menhan saat ini, Moshe Ya'alon serta Ehud Barak. 

Dalam kasus penyerangan ke kapal pembawa misi kemanusiaan itu, Israel membela diri dengan menyebut sebagian besar dari armada kapal berhasil dihentikan tanpa ada insiden apa pun. Tetapi, sebuah kelompok aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dalam jumlah lebih kecil yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin (IM) tiba-tiba menyerang pasukan Israel. 

Sebagai bentuk pembalasan, Israel menyerang balik dan menewaskan 10 aktivis. Kasus ini sempat disidangkan di Turki, tetapi kemudian terhenti, usai Netanyahu membuat permintaan maaf parsial. 

Nasib serupa juga terjadi di Inggris. Pemerintah lokal mengamendemen UU, sehingga membuat lebih sulit bagi hakim individu mengeluarkan surat penahanan terhadap kepala negara dan diplomat tanpa persetujuan negara yang bersangkutan. 

Ketika kasus ini dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), insiden Mavi Marmara telah memicu kontroversi. Jaksa penuntut ICC, Fataou Bensouda yang semula melakukan pemeriksaan awal, tiba-tiba memutuskan untuk menutup kasus itu, tanpa melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya