Turki dan Rusia Kukuh Ogah Minta Maaf

Erdogan (kiri), Putin (kanan).
Sumber :
  • Kremlin.ru

VIVA.co.id - Hubungan antara Turki dan Rusia tegang akhir-akhir ini. Itu terjadi setelah Turki menembak jatuh pesawat jet tempur Rusia, Selasa kemarin. Kedua negara itu kemudian saling melakukan propaganda dan psywar dengan berbagai cara.

Rusia menyatakan tak akan menempuh jalur perang. Namun dengan cara pemutusan ekonomi secara perlahan. Seluruh makanan yang berasal dari Turki bahkan dilarang masuk ke negara Beruang Merah tersebut. Tak cuma itu, Rusia bahkan menghapus fasilitas bebas visa untuk warga Turki. Bahkan terakhir, Rusia menangkap puluhan pengusaha Turki yang akan menghadiri pertemuan di negeri itu dengan alasan tak punya visa bisnis.

Sementara Turki, bersikukuh pihaknya tak bersalah dengan aksi penembakan jet Sukhoi Su-24 milik Rusia. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, bahkan menyatakan justru Rusia, melalui presidennya, Vladimir Putin, yang seharusnya meminta maaf karena telah melanggar batas udara mereka.

Ketegangan berlarut-larut ini pun membuat Perdana Turki, Ahmet Davutoglu, mencoba meredam ketegangan. Hal itu ditandai dengan esai atau tulisan damai tentang wajah ramah pemerintahannya di Times of London. Demikian dilansir CNN, Sabtu 28 November 2015.

Davutoglu mengatakan, negaranya menembak jatuh pesawat jet Rusia dengan penuh alasan, karena dianggap merupakan bagian mempertahankan setiap jengkal negaranya.

Erdogan Ke Kremlin, Buka Hubungan Baru dengan Rusia

"Itu bukan merupakan tindakan terhadap negara tertentu. Langkah itu untuk mempertahankan wilayah kami, agar 'tetap di tempat'. Turki akan bekerja sama dengan Rusia dan sekutu kami untuk menenangkan ketegangan," tulis Davutoglu.

Dalam tulisan itu, ia bahkan menyebutkan jika Turki awalnya tidak tahu kebangsaan pesawat perang yang ditembak jatuh.

Erdogan bersikeras tak mau minta maaf

DPR: Jangan Tutup Sekolah Hanya karena Permintaan Turki

Nada damai Davutoglu tentu terlihat kontras dengan sikap Erdogan. Presiden Turki itu dalam sebuah kesempatan wawancara bahkan menyatakan menolak untuk meminta maaf dengan Rusia.

"Saya pikir jika ada pihak yang perlu meminta maaf, itu bukan kami," kata Erdogan. "Mereka (Rusia) yang melanggar wilayah udara kami, dan seharusnya mereka yang meminta maaf. Para pilot dan angkatan bersenjata kami hanya memenuhi tugas mereka untuk menjaga aturan. Sementara soal ketegangan saya rasa ini adalah esensi," kata Erdogan.

Turki juga dikatakannya tidak sengaja ingin menembak pesawat jet milik Rusia, karena tidak mengetahui kebangsaan pesawat tersebut.

"Ini hanya reaksi otomatis untuk pelanggaran perbatasan. Ini adalah latihan dari aturan keterlibatan. Kebangsaan pesawat yang terbang menuju perbatasan kami tidak dikenal. Tidak mungkin untuk mengetahui hal ini pada waktu itu," kata Erdogan.

Sekolah Pribadi Bandung Akui Simpan Buku Fetullah Gulen

Rusia: Ini direncanakan

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia tetap menyatakan  Turki-lah yang bersalah. Pihaknya bahkan telah menerbitkan rincian lebih lanjut melalui situsnya terkait hari sebelum insiden itu terjadi.

Kementerian itu mengatakan, serangan itu memang telah direncanakan sebelumnya. Hal itu terlihat dari data stasiun pemantauan radar milik Rusia.

Kementerian itu menegaskan, salah satu kejanggalan Turki menyebut pesawat perang Su 24 milik Rusia melanggar karena sudah berada 34 menit dalam radar Turki. Padahal, kata Kementerian Rusia, waktu yang dibutuhkan untuk pesawat F-16 milik Turki terbang dari pangkalannya di Diyarbakir ke titik di mana ia menembakkan rudal, sekira 46 menit.

Data kejanggalan lainnya yang bisa dibuktikan yakni F-16 telah berada di ruang udara Suriah dan menunjukkan jet Rusia tidak menyeberangi perbatasan Turki.

Meski menyatakan tak menempuh jalur perang, Rusia kini kian menunjukkan jika pihaknya siap bersikap. Sebuah posting pada halaman Facebook Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan sistem rudal S-400 milik mereka sedang diturunkan dari pesawat kargo Rusia.

Entah apa yang tengah direncanakan Rusia saat ini. Yang pasti, Rusia juga menempuh cara-cara 'perang' ekonomi.

Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev telah mengarahkan menterinya untuk menyusun langkah-langkah ekonomi melawan Turki.

Kementerian Pertanian Rusia mengumumkan bahwa pihaknya akan memperkuat kontrol atas impor pangan dan pertanian dari Turki.

Tak cuma soal pangan dan pertanian, Rusia bahkan kini sudah mulai menyetop suplai pakaian, furniture, hingga produk pembersih anak-anak yang berasal dari Turki.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya