Kisruh Uber di Banyak Negara

Logo Uber.
Sumber :
  • Carscoops

VIVA.co.id – Sepuluh negara juga mempermasalahkan operasional layanan berbasis online. Meski diidolakan konsumen, namun aturan mengganjal perjalanan taksi ini.

Kemenhub Tindak Tegas Uber Dkk Jika Tak Patuhi Peraturan

Demo besar soal layanan taksi online sedan berlangsung kisruh di Jakarta, Selasa, 22 Maret 2016. Tapi Jakarta tak sendirian. Beberapa kota besar di dunia juga mengalami situasi yang sama. Berikut sepuluh negara yang mengalami situasi yang sama dengan Jakarta:

BRASIL. Uber beroperasi di empat kota besar di Brasil sejak tahun lalu, yaitu di Sao Paulo, Rio de Janeiro, Belo Horizonte, dan Brasilia. Penggunaan Uber terus meningkat sepanjang 2015. Bagi konsumen, Uber menjadi preferensi bagi mereka yang menghargai keselamatan, keragaman pilihan pembayaran, dan berbagai promosi.

Kemenhub Tegaskan Status Transportasi Online Via Permen

Sopir taksi di Brasil yang tak terima lalu mengorganisasi diri. Mereka memprotes layanan Uber karena tak membayar pajak, seperti yang mereka lakukan. Dalam beberapa kasus, protes tersebut berujung kekerasan pada sopir taksi Uber. Akhir Juli 2015, terjadi demo besar menentang Uber. Pemerintah kota menanggapi protes dengan berbeda. Di Sao Paulo dan Brasilia,anggota DPRD setuju untuk melarang Uber. Tapi Gubernur Brasilia malah memveto larangan tersebut.

KANADA. Uber sukses beroperasi di beberapa kota besar di Kanada, seperti Montreal, dan Toronto. Tapi kehadiran mereka ditentang oleh perusahaan taksi tradisional yang mengeluhkan pendapatan mereka terus turun sejak Uber beroperasi. Permasalahan lain adalah Uber tak membayar pajak seperti mereka. 

Sopir Taksi Konvensional Minta Polisi Tutup Uber

CHINA. Tak hanya menghadapi perusahaan taksi konservatif. Di China, Uber juga berhadapan dengan jasa taksi sejenis yang murni buatan warga China, Didi Kuaidi. Selain itu, regulasi di China sangat kuat membatasi. Tak hanya Uber, Didi Kuaidi juga menghadapi protes keras dari pengusaha taksi konvensional. Aksi penolakan terhadap Uber terus terjadi dengan berbagai cara. Mulai dari mengancam pengemudi, hingga menyerbu kantor Uber di beberapa kota. Namun hingga saat ini belum jelas, apakah Uber akan diizinkan beroperasi di China.

PRANCIS. Di negara ini, perusahaan taksi utama di negara tersebut, G7, sudah mengadopsi Uber. Sejak tahun 2012, mereka mengembangkan aplikasi, meminta pengemudi mengenakan jas, dan menetapkan tarif yang sama untuk perjalanan ke bandara. Pemerintah mencoba memblokir layanan Uber. Mereka menerapkan standar ganda. Mengijinkan UberX,yang telah memiliki izin, namun menolak UberPop, layanan murah yang mempekerjakan supir yang tak memiliki lisensi komersial.

Pihak Uber menentang standar ganda pemerintah. Akibatnya, terjadi aksi penentangan besar-besaran dari sopir taksi dan pemerintah. Situasi memuncak pada akhir Juni tahun lalu, saat terjadi demo besar-besaran dan bentrokan antara sopir taksi konvensional dan Uber. Pemerintah Prancis juga tangkap dua Eksekutif Uber dan akan segera mengadili mereka dengan dakwaan melakukan “layanan taksi gelap.” Sementara itu, layanan taksi UberPop ditangguhkan.

JERMAN. Uber cenderung kesulitan menaklukkan pasar Jerman. Awal tahun ini, pengadilan daerah berpendapat UberPop telah melanggar hukum Jerman karena pengemudi yang tidak memiliki lisensi untuk transportasi. Pengadilan melarang Uber menjalankan layanan dengan pengemudi tanpa izin dan menetapkan denda untuk setiap pelanggaran peraturan transportasi lokal. Sopir taksi setempat juga melakukan protes. Namun pengelola Uber mengkritik pengadilan Jerman, dan membawa kasus ini ke Komisi Eropa. Saat ini, keluhan pengemudi sedang diselidiki oleh Komisi Eropa.

INDIA. Uber awalnya berjalan dengan segala kemudahan di India. Mereka hanya mendapat saingan dari operator sejenis, yaitu OLA. Bahkan berbeda dengan OLA, yang begitu cepat menguasai pasar hingga mencapai 100 wilayah cakupan, Uber hanya mampu menguasai 16 wilayah di India. Permasalahan Uber pertama kali muncul saat ada laporan terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh sopir taksi Uber. Sejak itu pemerintah membuat aturan, Uber harus mendapatkan lisensi radio-taksi dengan memenuhi kondisi seperti memiliki taksi sendiri, menyediakan slot parkir yang ditunjuk dan sebagainya. Namun saat Uber mengajukan lisensi, pemerintah menolaknya. Hingga saat ini, Uber masih beroperasi secara kucing-kucingan di Delhi. Sedangkan OLA semakin berkuasa.

JEPANG. Di negara ini, bisnis Uber tersendat. Meski beroperasi sejak tahun 2013, namun perusahaan ini mengalami kesulitan yang luar biasa untuk membuat terobosan ke pasar Jepang. Tokyo memiliki ketersediaan lebih dari 50.000 taksi, empat kali lebih banyak dari New York. Tahun ini, perusahaan taksi terbesar di negara itu, Nihon Kotsu, memukul kembali di Uber dengan meluncurkan kemitraan dengan perusahaan lokal. Layanan ride-Hailing baru, yang disebut Jalur Taxi, merupakan perluasan dari Nihon Kotsu aplikasi yang sudah ada.

Januari 2014, Tokyo Rental Taxi Association juga memperkenalkan layanan aplikasi mobile yang memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan sekitar 6.500 taksi di daerah pusat Tokyo.  Layanan e-commerce raksasa Jepang, Rakuten, juga memasuki industri dengan membeli saham 11,9 persen di Lyft.  Tahun 2014, Kementerian Transportasi Jepang memerintahkan Uber untuk menghentikan proyek percontohan di kota Fukuoka karena melanggar undang-undang melarang layanan taksi tanpa izin.

KOREA. Perusahaan taksi Korea menolak Uber yang masuk ke negara tersebut pada 2013. Mereka mengancam mogok. Pemerintah Korea memutuskan melarang Uber sejak 2014. 

SPANYOL. Sejak awal Uber beroperasi, protes keras terus terjadi. Perusahaan taksi konvensional menolak Uber beroperasi. Seorang hakim di Barcelona meminta Mahkamah Eropa meminta agar kasus ini ditinjau kembali. Sementara proses di Mahkamah Eropa masih berjalan, pengelola Uber menjalin kemitraan dengan beberapa restoran.

SINGAPURA. Berbeda dengan pemerintah negara lain yang menolak, Singapura mengadopsi sistem Uber. Perusahaan transportasi Singapura SMRT menjadi rekanan Uber dan Grab. Pemerintah Singapura menyukai Uber karena dianggap sebagai bagian dari solusi transportasi mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya