- thebluegrassspecial.com
VIVA.co.id – Pada 99 tahun silam, Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur James Balfour, memberi jalan bagi pendirian negara Yahudi. Ia pun mencanangkan Deklarasi Balfour yang memutuskan bahwa negara Yahudi ada di Palestina. Nama deklarasi ini diambil dari nama belakang sang menlu, sekaligus 'rahim' terbentuknya negara Israel pada 1948.
Deklarasi ini pula yang akhirnya menjadi pangkal konflik di Timur Tengah hingga sekarang.
Tapi anehnya, Balfour sendiri adalah seorang anti-Semit yang dikenal sebagai menteri luar negeri yang justru mendukung dan mendorong disahkannya Undang-Undang 1905 yang berusaha untuk mengekang Eropa Timur, khususnya Yahudi, berimigrasi ke Inggris.
Menurut laman History, saat itu pemerintah Inggris berharap bahwa pencanangan deklarasi ini secara resmi bakal meraup dukungan banyak warga Yahudi bagi kampanye Tentara Sekutu di Perang Dunia I dalam melawan Jerman.
Sebelum Deklarasi Balfour, satu tahun sebelumnya atau pada 1916, Inggris mencapai kesepakatan rahasia dengan Prancis dalam sebuah perjanjian bernama 'Sykes-Picot'.
Perjanjian itu menyepakati pembagian Timur Tengah dalam pengaruh Sekutu. Deklarasi Balfour disertakan dalam mandat Inggris atas wilayah Palestina, yang disetujui Liga Bangsa Bangsa pada 1922.
Tentangan dari bangsa-bangsa Arab dan gagalnya mendapat kompromi dari mereka membuat Inggris menunda keputusan atas masa depan Palestina.
Bersamaan dengan itu pecah pula Perang Dunia II, yang mengungkap pembantaian warga Yahudi di Eropa (Holocaust).
Ini menjadi momentum bagi orang-orang Yahudi untuk mendesak pembentukan negara Israel di Timur Tengah, yang dikenal sebagai Zionisme, gerakan yang dikumandangkan oleh Theodore Hertzel.
(ren)