Cerita Difabel Indonesia Menimba Ilmu Singkat di AS

Adhi Kusuma (berkacamata di layar) saat paparan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Avra Augesty

VIVA.co.id – Adhi Kusuma, seorang tuna rungu yang berprofesi sebagai peneliti bahasa isyarat dan linguis asal Yogyakarta, bercerita mengenai keikutsertaannya di program pertukaran kebudayaan ‘Deaf Youth Leadership’, yang digagas pemerintah Amerika Serikat.

Anak 8 Tahun Tewas Akibat Penembakan di Mal Alabama AS

Ia mengaku sudah sering mengikuti program seperti ini, dan mengaku sangat bermanfaat bagi penyandang disabilitas seperti dirinya karena memberikan mereka ruang untuk berkarya.

"Ini program besar. Saya banyak mengikuti program seperti ini. Saya bisa belajar berdiplomasi dan belajar bagaimana memperjuangkan hak-hak para tuna rungu," ujar Adhi, melalui bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh seorang juru bahasa isyarat, di Jakarta, Rabu, 16 November 2016.

Amerika Serikat Sita 13 Ton Rambut Impor dari Xinjiang

Saat ini, Adhi bekerja di Laboratorium Bahasa Isyarat di Universitas Indonesia. Ketika mengikuti program ini, Adhi harus bertolak ke negeri Paman Sam dan tinggal di sana selama enam bulan.

Meski singkat, namun ia mengaku mempelajari semua hal tentang apa yang harus disediakan negara bagi penyandang difabel. Sekembalinya ke Indonesia, Adhi lalu menerapkan ilmu yang didapatnya dari AS agar lebih bermanfaat bagi kaum difabel.

Update Corona di Dunia: 10,1 Juta Orang Terpapar, 502.998 Meninggal

"Saya menjadi tahu bagaiamana negara seharusnya memperlakukan para difabel ketika mereka berada di tempat umum. Seperti pusat informasi, pendidikan, transportasi, serta sarana dan prasarana lainnya," imbuhnya.

Alami kesulitan

Sementara, Holly Zardus, Assistant Cultural Affairs Officer dari Kedutaan Besar AS untuk Indonesia, mengatakan jika kaum difabel kerap menghadapi kesulitan saat menempuh pendidikan, mencari pekerjaan, berinteraksi di lingkungan sosial, dan berkomunitas.

"Mereka akan diberi kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi secara langsung dengan dokter, pengacara, staf presiden, atlet, aktivis, juru bahasa, yang juga berkebutuhan khusus. Mereka juga akan berpartisipasi dalam pertemuan Perserikatan Bangsa-bangsa," ungkapnya.

Selama program pertukaran, para peserta akan berpartisipasi dalam acara-acara diplomatik dan advokasi bersama Kedutaan Besar AS dan Kementerian Sosial, melakukan kunjungan ke sekolah tuna rungu, ikut serta dalam pelatihan dan pertemuan dengan anggota dan pemimpin komunitas tuna rungu di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya