- Reuters/Hosam Katan
VIVA.co.id – Berbicara melalui sambungan telepon selama lebih dari satu jam, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Presiden Amerika Serikat Donald John Trump, menyepakati untuk mengatasi ketidakstabilan kawasan regional.
Kedua pemimpin memiliki visi misi serupa dalam menghadapi siapa saja yang berusaha untuk mengacaukan keamanan dan stabilitas di wilayah Timur Tengah dan mencampuri urusan negara lain.
"Kedua negara berbagi pandangan tentang kebijakan Iran di Suriah dan Yaman. Trump mendukung kecurigaan Riyadh dengan adanya pengaruh kuat Teheran yang berkembang di kawasan Arab," kata sumber yang dekat dengan pemerintah Arab Saudi, seperti dikutip situs Reuters, Selasa, 31 Januari 2017.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, mengatakan, keputusan Trump untuk melarang pendatang dari tujuh negara mayoritas Muslim adalah "hadiah besar untuk tumbuhnya ekstremis".
Ketujuh negara tersebut adalah Iran, Irak, Suriah, Sudan, Yaman, Libya, dan Somalia. "Diskriminasi kolektif membantu perekrutan anggota teroris baru besar-besaran oleh ekstremis," kata Zarif melalui postingan di akun Twitter-nya.
Ia juga akan mengambil langkah-langkah timbal balik seperti menunda penerbitan visa untuk pemegang paspor AS. "Trump menunjukkan sikap bermusuhan dengan rakyat Iran," tuturnya.
Zarif mengungkapkan bahwa keputusan Teheran untuk melarang masuknya warga AS tidak berlaku surut, dan untuk semua pendatang dengan visa Iran valid akan dengan senang hati disambut.