Eks Anggota 'Death Squad' Duterte Mengaku Bunuh 200 Orang

Rodrigo Roa Duterte, mantan Wali kota Davao yang kini menjadi Presiden Filipina.
Sumber :
  • reuters.com

VIVA.co.id – Seorang pensiunan polisi Filipina bernama Arturo Lascanas mengaku telah membunuh 200 orang dari tangannya sendiri ketika bergabung dalam Davao Death Squad bentukan Presiden Rodrigo Roa Duterte saat menjabat Wali Kota Davao.

Filipina Keluar dari ICC, Duterte Ajak Negara-negara Lain

Duterte diketahui menjabat sebagai pimpinan di salah satu kota di Filipina Selatan itu selama 22 tahun. Lascanas bertugas sebagai pengeksekusi antara periode 1989-2015.

"Pasukan DDS dibentuk tahun 1989. Saya pernah menjadi pimpinan pasukan. Saya sudah membunuh 200 orang. Tidak hanya membunuh tetapi juga mengawasi operasi pemberantasan kejahatan," kata Lascanas, seperti dikutip situs Asia Correspondent, senin, 6 Maret 2017.

Warga Katolik Filipina Tolak Perang Narkoba Ala Duterte

Tak hanya itu, Lascanas juga mengaku telah membunuh kritikus Duterte di bawah instruksi sang Wali Kota. "Saya takut hal ini terus membayangi kehidupan orang yang saya cintai. saya harus terbuka karena harus mengungkapkan yang sebenarnya," tutur dia.

Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2015, seorang saksi juga mengaku sebagai mantan anggota DDS bernama Edgar Matobato membuat geger saat menuduh Duterte pernah memerintahnya untuk mengebom sebuah masjid dan membunuh warga muslim pada 1993 silam.

131 Organisasi Protes, Apple Hapus Game Sadis Duterte

Matobato dihadirkan oleh Senator Leila de Lima dalam Sidang Komite Senat terkait Keadilan dan Hak Asasi Manusia. Ia juga mengaku sebagai anggota dari Cafgu (Citizen Armed Force Geographical Unit) hingga Duterte menjadi Wali kota Davao pada 1988, dan merekrutnya untuk bergabung dalam sebuah kelompok bernama "Lambada Boys".

"Kelompok ini hanya terdiri dari tujuh anggota, termasuk saya. Pekerjaan kami adalah membunuh penjahat seperti kelompok pemberontak, pengedar narkoba, pemerkosa dan penjambret. Kami membunuh setiap hari," kata Matobato.

Setelah itu, kemudian dibentuklah DDS, kelompok yang telah lama diyakini bertanggung jawab atas tindak pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killings), di kampung halaman sang Presiden.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya