Nasib Mengenaskan Pengungsi Rohingya di Kamp Penampungan

Pengungsi Rohingya di Cox's Bazaar, salah satu area penampungan di Bangladesh.
Sumber :
  • REUTERS/Danish Siddiqui

VIVA.co.id – Situasi berat dan tak bermartabat sedang melanda pengungsi Rohingya, yang saat ini berada di Bangladesh. Dua pekan lalu, mereka masih ceria bersama keluarga. Namun, hari ini mereka menjadi warga terpinggirkan, tak punya kehidupan yang layak, dan mungkin tak punya masa depan.

Muslim Rohingya Bantu Etnis Buddha Myanmar

"Tak ada toilet di sini," ujar Bodhi Alam, seorang pengungsi berusia 40 tahun. Ia adalah pengungsi Rohingya yang kini tinggal di kamp pengungsi di Kutupalong. Dia melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar, dan meninggalkan kampungnya untuk menghindari aksi kekerasan yang terjadi di Rakhine.

"Kita harus ke hutan untuk ke toilet," ujar Noor Shafah, istri Alam. Pasangan ini memiliki enam anak, dan dua di antaranya tak bisa berjalan. Sambil memandang kedua anaknya yang lumpuh, Noor Shafah mengatakan, anak-anaknya sengaja mengosongkan perut mereka, dan makan sangat sedikit agar tak perlu sering-sering ke toilet.

Wabah Corona: Muslim Rohingya di Myanmar, Satu Toilet Gantian 40 Orang

Pengungsi yang menetap di wilayah Kutupalong, meningkat pesat jumlahnya dalam dua pekan terakhir. Kamp penampungan ini, kini dihuni oleh 100 ribu orang, meningkat 50 persen dibanding bulan lalu.

Dengan meningkatnya jumlah pengungsi, kini kami semua menghadapi masalah kekurangan makanan, air minum, toilet, dan banyak lainnya lagi," ujar Alam, seperti dikutip dari BBC, Minggu 24 September 2017.

Akhirnya Anak-anak Muslim Rohingya di Bangladesh Bisa Sekolah

Kondisi ini dikuatkan oleh dokter dari kelompok kemanusiaan Dokter Lintas Batas (MSF). Koordinator Keadaan Darurat MSF, Robert Onus mengatakan, langkanya fasilitas dan imunisasi adalah kondisi yang 'berpotensi tinggi,' untuk terjadinya penularan penyakit. "Situasi di kamp pengungsian sangat rapuh dan menyedihkan. Terutama, soal penyediaan tempat singgah, makanan dan minuman, dan sanitasi," ujarnya seperti dikutip dari ABC.net.au.

Melihat kondisi pengungsian yang makin buruk, pihak MSF memutuskan untuk menyediakan area isolasi di fasilitas medis Kutupalong. Dokter berupaya mencegah terjadinya endemi kolera dan campak.

Pengungsi dari Myanmar ke Bangladesh, meningkat pesat dalam tiga pekan terakhir, setelah meletusnya aksi kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya. Hingga tiga pekan setelah awal pecah kerusuhan, jumlah pengungsi sudah mencapai 400 ribu orang. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya