Musuh Lain Taliban: Perempuan Bersekolah

VIVAnews – Saat masih tinggal di Lembah Swat, pegunungan yang membatasi Pakistan dan Afghanistan, Hina Khan dengan tegar menerjang ancaman maut setiap berangkat sekolah.

IPK 2,77 dan Lulusan ITB, Ridwan Kamil: Saya Pasti Enggak Bisa Kerja di KAI, tapi Buktinya...

Bukan binatang buas yang Hina khawatirkan, melainkan pengebom bunuh diri, penculik, maupun pembantai bersenjata api. Sepertinya, mereka selalu mengintai dia setiap kali melangkah dari rumah menuju sekolah, dan sebaliknya.

Tak hanya itu, gadis 14 tahun ini berisiko mempertaruhkan kepalanya karena kaum garis keras Taliban mengeluarkan fatwa bahwa perempuan tidak boleh pergi ke sekolah.

Jika ketahuan, kepala Hina bakal dipenggal algojo. "Mereka melarang anak perempuan bersekolah," kata Hina seperti dilansir laman stasiun televisi CNN, Selasa (3/2).

Hina kini telah menetap di ibu kota Pakistan, Islamabad, 161 kilometer jauhnya dari Swat. Namun Hina sering terkenang pada teman-temannya yang masih tinggal di daerah yang berbatasan langsung dengan Afghanistan itu. "Semua temanku masih di sana dan hidup dalam kesulitan," kata Hina. "Mereka tidak dapat pergi dari Swat karena tidak mampu membiayai hidup di Islamabad."

Para sahabat Hina sudah tidak dapat lagi bersekolah karena Taliban menutup semua sekolah khusus putri. Sejak kedatangan mereka di Lembah Swat, November 2007 lalu, Taliban telah menghancurkan 200 sekolah.

Diecast Bukan Sekadar Mainan Semata

Laporan Unit Koordinasi Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-bangsa melaporkan lebih dari 230.000 orang meninggalkan kampung halamannya akibat ancaman Taliban.

Hina, orang tua, dan empat saudaranya termasuk di antara para pengungsi. Hina mengaku ia masih takut akan Taliban. Namun kini ia memfokuskan diri mengejar cita-citanya menjadi dokter. "Lalu saya dapat membantu negara saya mengatasi banyak masalah," kata Hina.



Larangan perempuan bersekolah terakhir memakan korban di Kandahar, Afghanistan, pada Januari lalu. Ratusan murid dan guru Sekolah Putri Mirwais diserang segerombolan bersepeda motor dengan semprotan asam.

Beberapa hari setelah serangan, hampir seluruh ruang kelas kosong. Hanya beberapa gadis yang berani hadir. Sisanya mengaku masih trauma dengan kejadian pagi hari itu. Kepala Sekolah Mirwais, Mahmood Qadri, 54 tahun, harus bekerja keras meyakinkan para orang tua untuk tidak membiarkan para peneror menang dengan melarang anaknya kembali ke sekolah. 

"Saya memberitahu para orang tua agar tidak melewatkan kesempatan memberi pendidikan bagi anaknya," kata Qadri seperti ditulis harian Kanada, Globe and Mail, Sabtu (30/1).

Upaya Qadri tidak sia-sia. Seluruh 1.300 siswanya kembali belajar di sekolahnya. Kini ruang-ruang kelas di Sekolah Mirwais kembali penuh dengan para gadis yang mempersiapkan diri menghadapi ujian tengah tahun.
 
Sebagian besar murid Mirwais berasal dari keluarga buta huruf. Meski pemerintah Afghanistan telah membuka akses pendidikan bagi perempuan yang dibelenggu oleh kaum militan Taliban, masih banyak orang yang mencemooh kebijakan itu dan menganggap perempuan tidak membutuhkan pendidikan.




Para peneror pun mendapat pelajaran. Jika mereka berupaya menakut-nakuti para gadis agar tetap tinggal di rumah, usaha mereka gagal total. Kepolisian telah menahan delapan tersangka penyerangan. Rekaman video menunjukkan seseorang di antara para tersangka mengaku mereka dibayar dinas intelijen Pakistan. Namun Presiden Afghanistan Hamid Karzai menyatakan bahwa tidak ada pihak asing terlibat dalam teror Mirwais itu.

Aktivis hak asasi manusia Tahira Abdullah menyatakan penghancuran sekolah-sekolah khusus perempuan seakan menunjukkan Taliban tidak menginginkan kehadiran perempuan. "Dan jika perempuan ada, mereka harus dikurung dalam rumah atau memakai cadar," kata Abdullah.

Abdullah mengecam pemerintah Pakistan yang tidak bertindak tegas pada Taliban. Jika dibiarkan, lanjut Abdullah, Taliban akan melanjutkan agresi hingga ke Islamabad.

Namun juru bicara militer Pakistan, Mayor Jenderal Athar Abbas membantah bahwa pemerintah membiarkan Taliban berlaku sewenang-wenang. Menurut Abbas pemerintah Pakistan berhasil melibas semua aksi anti-pemerintahan terutama di daerah perbatasan Afghanistan. "Tingkat kesuksesan operasi militer di daerah itu cukup baik dan kami terus membersihkan area itu," kata Abbas.

Pertemuan Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar Usai Pemilu 2024

Prabowo Bertemu Cak Imin, PAN: Jangan Langsung Artikan PKB Sudah Pasti Gabung

Setelah penetapan KPU, Prabowo selaku Presiden terpiih mendatangi markas PKB untuk menemui Cak Imin. Elite pendukung Prabowo pun ikut merespons.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024